Lihat ke Halaman Asli

Pro-Kontra Omnibuslaw

Diperbarui: 6 Oktober 2020   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telisik Pro-Kontra di sahkan nya OMNIBUSLAW : Masyarakat Sedang "Mengadu" Nasib Atau "Mengadu" Nyawa.

Undang-undang Omnibuslaw atau bisa disebut Undang-undang sapu jagat  adalah istilah untuk menyebut suatu Undang-undang yang bersentuhan dengan bermacam topik dan dimaksudkan untuk mengamandemen, memangkas dan/atau mencabut sejumlah Undang-undang lain. Konsep Undang-undang itu umumnya ditemukan dalam system hukum umum seperti Amerika Serikat, dan jarang ditemukan dalam system hukum sipil seperti Indonesia, karena ukuran dan cakupannya yang luas, perdebatan, dan pengawasan terhadap perancangan Undang-undang sapu jagat umumnya dibatasi. Adakalanya Undang-undang sapu jagat digunakan untuk melahirkan amandemen yang kontroversial. Oleh sebab itu, dibeberapa kalangan menilai Undang-undang sapu jagat ini bertentangan dengan demokrasi.

Tujuan Omnibuslaw dibuat dibuat menyederhanakan perizinan dan regulasi. Sekaligus untuk menarik investasi, dan mengikis tumpang tindih regulasi. Semangat membentuk Omnibuslaw ini juga berdasarkan evaluasinya di periode pertama, dimana visi dan misi Presiden Jokowi kental dalam mempermudah investasi dari luar negeri ke Indonesia. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi memang menyebut pentingnya menyederhanakan birokrasi. Investasi ini untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong.  

Pada tahun 2020, DPR sudah mewacanakan empat UU sapu jagat untuk mendorong investasi di Indonesia, yakni RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi, RUU Kefarmasian, dan RUU Ibu Kota Negara. RUU Cipta Lapangan Kerja disebut akan memangkas dan menyederkanakan aturan dari 1244 pasal dan 79 UU terkait investasi.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menuntaskan pembahasan Omnibuslaw. Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Berdasarkan undangan yang beredar RUU Omnibuslaw Cipta Lapangan Kerja sudah disahkan pada tanggal 5 oktober 2020. Dari hasil rapat paripurna mengenai pengesahan ada sebanyak tujuh fraksi yang menyetujui disahkannya Omnibuslaw Cipta Lapangan Kerja yaitu, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerindra, Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan dua fraksi lainnya Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Jika dilihat dari sisi pro Pemerintah mengusulkan Omnibuslaw, dengan tujuan untuk merumuska Visi Indonesia maju 2045 sebagai langkah trategis menjadikan Indonesia sebagai lima besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045. Tentu dalam mewujudkan Visi tersebut, pemerintah mengaharapkan adanya "Gelombang Investasi" guna mempercepat proses pembanguan, terutama dimasa pandemi saat ini. Kenyataan dilapangan terjadi tumpang tindih dan ketidak harmonisan  undang-undang sektolar menjadi hambatan utama untuk menciptakan iklim berinvestasi yang ramah bagi para investor.
Dan argument pro yang kedua, melihat Indonesia saat ini sedang dilanda over regulasi. Pusat Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat, pada masa pemerintahan Jokowi hingga November 2019, telah terbit 10.180 regulasi. Riciannya, 131 Undang-undang, 526 peraturan pemerintah, 839 peraturan Presiden ddan 8.684 peraturan menteri. Data inilah yang menjadi salah satu pertimbangan setuju dengan Omnibuslaw. RUU Omnibuslaw  Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan diharapkan memperkuat perekonomian nasional melaluli perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi Pandemi yang tidak kunjung selesai serta ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.

Jika dilihat dari argument kontra nya, yang menjadi kontroversial yaitu, yang pertama penggunaan  tenaga kerja yang outsource atau alih daya artinya, " hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja buruh yang dipekerjakan dengan waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu, yang kedua aturan upah bagi pekerja, artinya "upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil"(Pasal 88 B RUU Cipta Kerja),yang ketiga "sanksi administrative bagi pengusaha" artinya RUU Omnibuslaw hanya menetapkan sanksi administrative bagi pengusaha yang melakukan pelanggaran, misalnya dalam bidang perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup, yang selanjutnya jam kerja yang eksplotatif, tenaga kerja asing (TKA) berpotensi bebas masuk ke Indonesia, hilangnya jaminan sosial dan sanksi pinadana hilang. Dari alasan kontra diatas membuat masalah RUU Omnibuslaw Cipta Lapangan Kerja ini menjadi kontroversial karena tidak memiliki hati nurani dan tidak demokratis.

Tetapi ada baiknya demonstran yang merasa dirugikan sebaiknya tidak langsung turun untuk melancarkan aksinya menolak RUU Omnibuslaw ini di sahkan. Setiap masalah tidak harus diselesaikan dengan cara yang extrim yang dapat membahayakan diri sendiri dan bahkan membahayakan masyarakat luas. Apalagi di masa pandemi saat ini, seharusnya aksi demo untuk menyampaikan aspirasi ini tidak di selenggarakan. Kita tetap dirumah saja belum tentu aman dari Covid-19, apalagi aksi demo yang dapat menciptakan kerumunan, yang ada masalah Covid-19 ini tidak kunjung usai dan kasus yang terinfeksi pun semakin meningkat.  Jika sudah terjadi peningkatan kasus terinfeksi kasus Covid-19 yang bertanggung jawab siapa? Sehingga masyarakat yang yang melancarkan aksi demo saat ini, " sedang mengadu nasib atau mengadu nyawa?". Karena kedaulatan ada ditangan rakyat, rakyat punya hak dalam menyampaikan aspirasi.  Dalam artian boleh menjalankan" aksi tetapi lihat kondisi" juga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline