Lihat ke Halaman Asli

(Makalah) Hukum Pidana Islam Sebagai Solusi Kebuntuan Hukum Pidana Nasional

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABSTRAKSI

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, pada dasarnya memperjuangkan syariat Islam bagi umat Islam merupakan suatu  keharusan baginya. Salah satunya bentuknya dengan berupaya memberlakukan hukum pidana Islam sebagai salah satu solusi kebuntuan hukum yang dianggap pada saat sekarang ini. Pemberlakuan hukum pidana Islam sepertinya dapat terwujud jika menoleh pada pemberlakuan ketentuan hukum perdata Islam yang telah diimplemnetasikan dalam sistem perundang-undangan nasional, seperti perkawinan dan kewarisan. Hal ini merupakan langkah awal dari pemberlakukan hukum Islam di Indonesia melalui hukum positif. Pemerintah sudah mengajukan draf yang berisi RUU KUHP nasional sebagai salah satu bentuk realisasi untuk mengakomodir aspirasi umat islam yang menjadi penduduk mayoritas di negri ini. Draf ini sudah bertahun-tahun dibahas oleh para ahli dan praktisi hukum kita, namun hingga sekarang belum mencapai kata sepakat karena pandangan sebelah pihak terhadap hukum pidana Islam oleh sebagian masyarakat. Hingga akhir ini belum ada kepastian tentang pemberlakuan RUU KUHP yang pembahasan utama RUU KUHP tersebut adalah pasal-pasal baru yang memuat ketentuan hukum pidana Islam (HPI).



KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohiim

Asslamualaikum Wr. Wb

Segala puji milik Allah SWT. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan pada Rasulullah SAW. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.

Hukum adalah sebagai salah satu alat memperjuangkan Hak Asasi Manusia, namun realita yang ada hukum positif yang sekarang dipakai dianggap mengalami kebuntuan dalam hal efektifitasnya, Beranjak dari permasalahan tersebut, sudah saatnya pidana Islam menjadi solusi atas permsalahan hukum yang ada di bumi Pertiwi. Di dalam penyusunan karya tulis ini, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi. tetapi penulis mengerti bahwa kelancaran didalam penyusunan karya tulis ini tidak lain berkat pertolongan, dorongan, serta tuntunan semua pihak, hingga kendala-kendala yang penulis hadapi bisa diselesaikan.

Karya tulis ini disusun supaya pembaca bisa memperluas pengetahuan perihal permasalahan hukum yang ada, khusunya bagi kaum muslimin. yang di sajikan menurut pengamatan dari beragam sumber informasi, referensi, serta berita.

Semoga Karya tulis ini bisa memberikan wawasan yang lebih luas serta jadi sumbangan pemikiran bagi para pembaca terutama para pejuang-pejuang Islam dalam menegakan syariat Islam. Penulis sadar bahwa makalah ini ada banyak kekurangan serta jauh dari sempurna. oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kebaikan karya tullis kedepanya. Terima kasih atas perhatinya, kebenaran datang dati Allah SWT, kesalahan datangnya dari setan. Mohon maaf bila banyak kesalahan.

Wassalamualaikum Wr. Wb

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, pada dasarnya memperjuangkan syariat Islam merupakan suatu  keharusan baginya Salah satunya memberlakukan hukum pidana Islam di Indonesia. Namun, kejam dan tidak manusiawi. begitulah kesan sebagian masyarakat terhadap hukum pidana Islam (Fiqh Jinayah). Tiap mendengar pidana Islam, yang terbayang biasanya hukuman potong tangan, rajam dan qishash yang dapat dikaegorikan sebagai `vonis`. Padahal, studi yang obyektif dan mendalam terhadap hukum ini kana menunjukan bahwa kesan sperti ini muncul, karena hukum pidana Islam dilihat secara tidak utuh atau parsial.

Seharusnya, hukum pidana Islam dibaca dalam konteks yang menyeluruh dengan bagian lain dari syariat Islam. Hukum potong tangan contohnya, sering dituding telalu lampau kejam dan tidak adil. padahal, hukuman ini baru dijatuhkan ketika sejumlah syarat yang ketat telah dipenuhi. Selain itu, situasi dan kondisi pada lingkungan masyarakat itu menjadi pertimbangan diberlakukanya hukum pidana Islam. Sebagai contoh, di masa kahlifah Umar bin Khotob, hukuman potoang tangan tidak pernah diberlakukan karna terjadinya krisis kebutuhan pokok dimasyarakat. Kalau hukuman itu diberlakukan, maka ini tidak sesuai dengan maqosid asy-syariat atau tujuan hukumnya.

Saat ini, di negeri kita marak terjadi akasi kejahatan yang amat meresahkan dan menakutkan masyarakat. seperti pembegalan dijalan-jalan, pencurian, pencopetan, bahkan pada bulan Juli 2001, di sekitar Bekasi terjadi pembunuhan yang didahului pemerkosaan terhadap ibu dua orang anak dua. Mayat korban lalu dibakar dan dikubur di tempat kejadian. Sementara itu, kejahatan seksualpun merebak dengan pesat. pornografi makin tak terkendali, pelecehan seksual terjadi dimana-mana. penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang semakin bertambah, dan tindak pidana korupsi yang kian tak terbendung.

Dalam kondisi seperti ini, reaksi masyarakat terhadap pelaku kejahatan juga kian tak terkontrol. sudah lebih dari sepuluh orang yang yang dianggap mencuri hangus dibakar oleh massa, sudah puluha nyawa melayang sia0sia karena salah sasaran. Masyarakat marah dan geram karena kejahatan begitu mudah mengambil korban. huku, seolah tak lahi ada, karena daya efektifitasnya melemah. Para pelaku kejahatan sepertinya tidak lagi takut pada sanski. Penjara pun menjadi tempat yang paling aman untuk berlibur dan transaksi narkoba.

Disaat seperti inilah, masyarakat butuh suatu sistem penanggulangan kejahatan yang betul-betul melindungi dan member rasa aman. namun sayangnya, ketika berbicara soal hukum pidana Islam dan sanskinya, sebagian masyarakat sudah bersikap apriori.

1.2PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas,dapat dirumuskan persamalahan yang ada, yaitu:

1.Landasan atau teori apa yang melatarbelakangi perlu diberlakukan hukum Islam?

2.Mengapa hukum pidana Islam belum bisa ditegakan di Indonesia secara menyeluruh?

3.Bagaimana cara agar Hukum pidana Islam bisa menjadi solusi kebuntuan Hukum Nasional?

1.3TUJUAN PENULISAN

Tujuan karya tulis ini agar dapat mengetahui dan memahami:

1. Landasan atau teori apa yang melatarbelakangi perlu diberlakukan hukum Islam

2. Mengapa hukum pidana Islam belum bisa ditegakan di Indonesia secara menyeluruh

3. Bagaimana cara agar Hukum pidana Islam bisa menjadi solusi kebuntuan Hukum Nasional

1.4METODE PENGUMPULAN DATA

Penulis memperoleh data sebagai bahan dalam penulisan Karya Ilmiah ini dari kajian pustaka, dan melakukan browsing internet.



BAB II

PEMBAHASAN

2.2TEORI BERLAKUNYA HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Teori- teori berlakunya hukum Islam di Indonesia, yaitu:

a.Teori HAR Gibb

Teori ini di kemukakan oleh HAR Gibb dalam bukunya” The Moderm Trends Of Islam”. Teori ini mengatakan bahwa “ orang Islam kalau sudah menerima Islam sebagai agamanya maka ia menerima otoritas hukum Islam terhadap dirinya”.  Ichtijianto, menyebut teori ini dengan teori penerimaan otoritas hukum. Gibb, menggambarkan bahwa dalam masyrakat Islam ada dalam hukum Islam karena ditaati oleh orang-orang Islam. Orang Islam menaati hukum Islam karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, karena kalau mereka telah menerima islam sebagai agamanya, mereka menerima otoritas hukum islam terhdap dirinya. HAR Gibb juga berpendapat bahwa hukum Islam berdeda dengan hukum Romawi dan hukum modern pada umunya, hukum Islam bukanlah hasil karya budaya yang gradual dari manusia, melainkan ketentuan agama.

b.Teori Receptio In Complexu

Teori ini dikemukana oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Cristiaan van den Berg (1845-1927), yang mengatakan Bahwa “ bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab dia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaanya terdapat penyimpangan-penyimpangan”. atau “bagi rakyat pribumi maka berlaku bagi mereka adalah hukum agamanya”.



2.3PENGERTIAN HUKUM PIDANA ISLAM

Istilah hukum Islam berasal dari tiga kata dasar, yaitu ‘hukum’, ‘pidana’, dan ‘Islam’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ‘hukum’ diartikan dengan (1) peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh  penguasa, pemerintah, atau otoritas; (2) undang-undang, peraturan, dsb. untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb.) yang tertentu; dan (4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis (Tim Penyusun Kamus, 1997: 360).

Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa (M. Daud Ali, 1996: 38). Dalam ujudnya, hukum ada yang tertulis dalam bentuk undang-undang seperti hukum modern (hukum Barat) dan ada yang tidak tertulis seperti hukum adat dan hukum Islam.

Kata yang kedua, yaitu ‘pidana’, berarti kejahatan, (tentang pembunuhan, perampokan, korupsi, dan lain sebagainya); kriminal (Tim Penyusun Kamus, 1997: 871). Adapun kata yang ketiga, yaitu ‘Islam’, oleh Mahmud Syaltut didefinisikan sebagai agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya (Syaltut, 1966: 9). Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. untuk disampaikan kepada umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Dari gabungan ketiga kata di atas muncul istilah hukum pidana Islam. Dengan memahami arti dari ketiga kata itu, dapatlah dipahami bahwa hukum pidana Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah dan Nabi Muhammad Saw. untuk mengatur kejahatan manusia di tengah-tengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum pidana Islam dapat diartikan sebagai hukum tentang kejahatan yang bersumber dari ajaran Islam. Hukum Pidana Islam (HPI) dalam khazanah literatur Islam biasa disebut Al-Ahkam Al-Jinaiyyah , yang mengatur pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang mukallaf dan hukuman-hukuman baginya (Khallaf, 1978: 32). Para ulama menggunakan istilah jinayah bisa dalam dua arti, yakni arti luas dan arti sempit.

Dalam arti luas, jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ dan dapat mengakibatkan hukuman had (hukuman yang ada ketentuan nash-nya seperti hukuman bagi pencuri, pembunuh, dll), atau ta’zir (hukuman yang tidak ada ketentuan nash-nya seperti pelanggaran lalu lintas, percobaan melakukan tindak pidana, dll) Dalam arti sempit, jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang 6 dilarang oleh Syara’ dan dapat menimbulkan hukuman had, bukan ta’zir (A. Jazuli, 2000: 2). Istilah lain yang identik dengan jinayah adalah jarimah.

2.4TUJUAN HUKUM PIDANA ISLAM

Tujuan hukum pidana Islam sejalan dengan tujuan hidup manusia serta potensi yang ada dalam dirinya dan tidak menyimpang dari cita-cita nasional re[ublik Indonesia dan potensi yang datang dari luardirinya, yakni kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat, atau dengan ungkapan yang singkat, untuk kemaslahatan manusia. Tujuan ini dapat dicapai dengan cara mengambil segala hal yang memiliki kemaslahatan dan menolak segala hal yang merusak dalam rangka menuju keridoan Allah sesuai dengan prinsip tauhid. Menurut al-Syathibi, salah satu pendukung Mazhab Maliki yang terkenal, kemaslahatan itu dapat terwujud apabila terwujud juga lima unsur pokok. Kelima unsur pokok itu adalah agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta (Bakri, 1996: 71).

Menurut al-Syathibi, penetapan kelima pokok kebutuhan manusia di atas didasarkan pada dalil-dalil al-Quran dan Hadis. Dalil-dalil tersebut berfungsi sebagai al-qawaid al-kulliyyah (kaidah-kaidah umum) dalam menetapkan al-kulliyyah al-khamsah (lima kebutuhan pokok). Ayat-ayat al-Quran yang dijadikan dasar pada umumnya adalah ayat-ayat Makkiyah yang tidak dinasakh (dihapus hukumnya) dan ayat-ayat Madaniyah yang mengukuhkan ayat-ayat Makkiyah. Tujuan berikutnya adalah menjamin keperluan hidup (keperluan sekunder) atau Hajiyat. tujuan ketiga dari perundang-undangan Islam adlah membuat berbagai perbaikan, yaitu menjadikan manusia mampu mengatur dan menghiasi kehidupan sosialnya lebih baik (keperluan tersier) atau tahsinat.

2.5PELUANG, HAMBATAN, DAN TANTANGAN HUKUM PIDANA ISLAM DI INDONESIA

a.Peluang

1.Sejarah panjang eksistensi hukum Isla sebagai the living law

2.Semaraknya kegiatan Islam

3.Ajaran Islam yang bersifat terbuka untuk semua manusia

4.Pemidanaan dalam Islam sesuai dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan

5.Indonesia oleh beberapa kalangan dikategorikan sbg negara Islam

b.Hambatan:

1.Kendala Kultural atau sosiologis yaitu adanya Umat Islam yang masih belum bisa menerima hukum pidana Islam diberlakukan;

2.Kendala Fikrah (Pemikiran), yaitu banyaknya pandangan negatif terhadap hukum pidana Islam dan kurang yakin dengan efektifitasnya;

3.Kendala Filosofis berupa tuduhan bahwa hukum ini tidak adil bahkan kejam dan ketinggalan zaman serta bertentangan dengan cita-cita hukum nasional;

4.Kendala yuridis yang tercermin dari belum adanya ketentuan hukum pidana yang bersumber dari syariat Islam;

5.Kendala konsolidasi, yakni belum bertemunya para pendukung permberlakuan syariat Islam (dari berbagai kalangan) yang masih menonjolkan dalil (argument) dan metode penerapanya masing-masing;

6.Kendala akademis, terlihat dari belum meluasnya pengajaran hukum pidana Islam di kampus-kampus secara komprehensif;

7.Kendala perumusan yang terlihat dari belum adanya upaya yang sistematis untuk merumuskan hukum pidana yang sesuai syariat Islam sebagai persiapan mengganti hukum pidana Barat;

8.Kendala struktural yang terlihat dari belum adanya struktur hukum yang dapat mendukung penerapan hukum pidana Islam;

9.Kendala ilmiah, tercermin dari kurang banyaknya literatur ilmiah yang mengulas tentang hukum pidana Islam; dan

10.Kendala politis, terlihat dari tidak cukupnya kekuatan politik untuk menggolkan penegakan hukum pidana Islam melalui proses politik.

11.Ada anggapan bahwa Indonesia bukan negara Islam

12. Munculnya organisasi dan partai yang berasas nasionalis tetapi didukung oleh mayoritas muslim

13. Kondisi plural dari segi agama

c.Tantangan:

1.Globalisasi dunia berhadapan antara penegakan pidana Islam versus HAM

2.Dikotomi hukum Islam versus hukum umum

3.Politik pecah belah dan hancurkan Islam dan umatnya

4.Pertentangan hukum Islam, hukum adat, dan hukum Barat

Semua Hambatan dan tantangan diatas seyogianya menjadi perhatian kita semua yang hasrus selalu berjuang menegakan syariat Islam di negara ini.

2.6STRATEGI DAN TAKTIK MEREALISASIKAN HUKUM PIDANA ISLAM DI INDONEISA

Dari berbagai hambatan yang ada, penulis mencoba merumuskan solusi-solusinya, yaitu:

1.Mulai pribadi muslim sendiri, agar memantapkan iman terhadap Allah SWT, memahami hukum pidana Islam itu sendiri, serta menyakini bahwa syariat-Nya lah yang paling benar. Setelah itu memberikan kenyakinan / memotivasi/ berdakwah kepada kaum muslimin yang lain (mentranformasikan aura positif hukum pidana Islam).

2.Agar orang yakin dengan efektifitas hukum pidana Islam, maka kita harus memberikan penjelasan tentang keunggulan-keunggulan hukum pidana Islam.  Serta bukti-bukti yang telah memberlakukan hukum tersbut. seperti Arab Saudi, Yaman Utara, Libya, Pakistan, Iran, Sudan dan lain-lain.

3.Memberikan pemahaman secara menyeluruh tentang hukum pidana Islam, bahwa tujuan hukum pidana Islam sama dengan cita-cita bangsa, yaitu mensejahrakan rakyat, memberikan rasa keadilan yang beradab melalui hukum.

4.Ahli Hukum Islam, ulama, cendikiawan muslim dan umat islam bersama-sama Membuat rancangan seperti RUU KUHP yang didalamnya di isi syariat Islam.

5.sudah saatnya kaum muslimin bersatu dalam hal menegakan syariat Islam, jangan sampai ego sentries yang dikedepankan dari setiap golongan yang berada di agama Islam. meraka harus duduk bersmusyawah untuk membela umat melalui hukum.

6.Pembelajaran tentang hukum Islam diberbagai kampus Islam khususnya harus secara komprehensip dilakukan dipelajari.

7.Para ahli hukum pidana Islam dan umat Islam harus sudah saatnya menyebarluaskan tentang hukum ini, melalui karya-karya Ilmiah, seperti buku, artikel dam lain-lain.

8.Kita harus menagendakan/mendukung Politisi Islam yang akan memperjuangkan hukum pidana Islam, atau kita menyuruh atau mendukung para ulam untuk menjadi politisi agar bisa mengususlkan memperjuangan hukum pidana Islam.

9.Sosialisasi lewar jeraring sosial, media, seminar-seminar, dan lain-lain. berikan pemahaman syariat Islam yang mendalam, agar orang tidak paham terhadap hpi.

2.7 PERBANDINGAN EFEKTIFITAS HUKUM PIDANA ISLAM DENGAN HUKUM POSITIF

A. KEUNGGULAN HUKUM PIDANA ISLAM

Bukti empiris menunjukan bahwa pelaksanaan hukum pidana Islam di Negara Arab Saudi mampu menekan angka kejahatan sampai pada titik terendah. Freda Adler, seorang professor dai negeri Paman Sam, memasukan negeri ini kepada Negara-negara yang kecil tindak kejahatanya di bandingkan dengan Negara-negara lain di dunia. 1

Prof. Souryal berpendapat bahwa penyebabnya adalah syariat Islam yang ditegakan sehingga membentuk masyarakat anti kejahatan (noncriminal society) dan masyarakat dengan control yang tinggi. 2

Dan apabila diuraikan sebagai berikut:

1.Lebih efektif dan lebih efisien

2.Bernilai religius dan memiliki suasana spiritual

3.Mengeliminir dan meminimalkan kejahatan. Efektifitas tidak dapat diukur dengan lenyapnya kejahatan di bumi. Sistem reformatif tidak cukup untuk dpt mengeliminir dan meminimalkan kejahatan besar

4.Dapat menanggulangi peningkatan modus operandi suatu kejahatan modern dengan sistem penghukuman (pembalasan) bukan dengan pembinaan

5.

1. freda adler, Mueller dan William s. Laufer, criminology (new York: graw hill, 1991. Hal. 170-171.

2. Sam souryal, ed. Ugljesa zvekic, “religious training a method of social control the effective of syaria law in the development of a noncriminal society in the kingdom of the saudi arabia”  dalam essy on crime and development, (rome:uniciri,1990) hlm. 261.

Sistem reformatif dikenakan pada kejahan ringan dan sistem retributif dikenakan pada kejahatan berat

6.Perhatian terhadap tindak pidana dan terpidana menjadi hal penting sejak abad keenam masehi pada konsep pemidanaan dalam Islam

7.Pidana Islam tidak kejam tetapi sebagiannya merupakan pidana berat dan sebagiannya pidana ringan

8.Pidana Islam bijaksana. Pencuri dipotong tangan tidak dilenyapkan jiwanya, penzina tidak dipotong kelamin tetapi dicambuk, pendusta tidak dipotong lidah tetapi dicambuk. Itulah sifat kasih sayang, hikmah, rahmat, dan keadilan pada konsep pemidanaan dalam Islam.

B.DAMPAK NEGATIF HUKUM POSITIF

A.Efek dari Pidana Penjara

1.Penghuni semakin meningkat jumlahnya

2.Lambatnya proses peradilan dan proses persidangan

3.Ancaman pidana rendah masuk ke dalam proses peradilan

4.Kejahatan meningkat

5.Problem ekonomi

6.Mudah mendapatkan uang

7.Pidana penjara tetap dibutuhkan untuk sebagian tindak pidana

8.Sistem pemasyarakatan tepat untuk tindak pidana ringan (tertentu)

9.Membebani anggaran negara, padahal bisa digunakan untuk orang miskin dan modal bagi penganggur terampil

B.Dampak Negative Lapas Dan Rutan

1.Tidak manusiawi

2.Pemerasan sesama napi

3.Bentrokan antar napi

4.Kolusi

5.Jatah makan dan kesehatan minim

6.Dagang/bandar narkoba

7.Homoseks, pelecehan seksual

8.Keuntungan untuk napi penguasa



BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kita sebagai umat Islam, sudah menjadi kewajiban dalam menjalankan syriat Islam karena itu sudah menjadi ketentuan Allah SWT. Khususnya dalam upaya merealisasikan Hukum Pidana Islam sebagai salah satu solusi hukum pada saat ini yang di anggap buntu.

Para ahli mengemukakan beberapa teori berlakunya hukum Islam di Indonesia, yiatu :

1.Teori HAR Gibb, yaitu Teori ini mengatakan bahwa “ orang Islam kalau sudah menerima Islam sebagai agamanya maka ia menerima otoritas hukum Islam terhadap dirinya”.  Ichtijianto, menyebut teori ini dengan teori penerimaan otoritas hukum.

2.Teori Receptio In Complexu, adalahTeori ini dikemukana oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Cristiaan van den Berg (1845-1927), yang mengatakan Bahwa “ bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab dia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaanya terdapat penyimpangan-penyimpangan.

Berbagai peluang dan hambatan dalam pengupayaan berlakunya hukum Pidana Islam di Indonesia perlu menjadi renungan dan perhatian kita agar mencari solusi konkrit dalam realisasinya kedepan agar terciptanya masyarakat yang memiliki rasa aman, tentram dan bahagia dunia akhirat.



DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademi Pressindo, 1992).

Ichjianto, Hukum Islam Dan Hukum Nasional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991)

Santoso, Topo. Membumikan Hukum Pidana Islam( Jakarta: Gema Insani, 2003)

Santoso, Topo. Menggagas Hukum Pidana Islam ( Bandung: Asy Syaamil Prees & Grafika, 2003)

http://kurniahidayati.wordpress.com/2011/11/18/hukum-pidana-islam-dalam-konsep/ (pkl. 03,00 wib.  29-10-13)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline