Lihat ke Halaman Asli

Adimas Bramantyo

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Lampung

Opini Tentang Mahkamah Agung (MA) Batalkan Peraturan Gubernur Lampung Tentang Pembakaran Lahan Tebu

Diperbarui: 11 Juni 2024   16:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Pengawas Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu, yang kemudian diubah oleh Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023. 

Peraturan ini sebelumnya memfasilitasi atau mengizinkan praktik panen tebu dengan cara dibakar. Dengan dikabulkannya uji materi ini, ketentuan yang memperbolehkan pembakaran dalam panen tebu diharapkan dapat dihentikan, sehingga mendukung upaya pelestarian lingkungan hidup dan mengurangi dampak negatif dari polusi udara yang ditimbulkannya..

Pencabutan peraturan ini sangat penting karena Peraturan Gubernur yang dicabut sebelumnya mengizinkan praktik panen tebu dengan metode pembakaran. Meskipun praktik ini memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam hal efisiensi dan pengurangan biaya, dampak negatifnya terhadap masyarakat dan lingkungan sangat signifikan. 

Pembakaran tebu dapat menyebabkan polusi udara yang membahayakan kesehatan warga, serta berkontribusi pada kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, mencabut peraturan yang memperbolehkan pembakaran tebu adalah langkah penting bagi saya.

Pencabutan peraturan ini bertujuan untuk menghentikan praktik pembakaran dalam proses panen tebu. Langkah ini diharapkan dapat secara signifikan mengurangi polusi lingkungan yang disebabkan oleh asap pembakaran dan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap ekosistem. Selain itu, perubahan ini mendorong penerapan metode panen yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat tetapi juga mendukung lingkungan.

 Data Ditjen Penegakkan Hukum KLHK menunjukan, akibat Pergub tersebut setiap tahun terjadi pembakaran ribuan hektar lahan tebu untuk panen. Pada 2021, pembakaran mencapai 5.469 hektar lahan tebu milik dua perusahaan.Pada 2023 jumlah luas lahan tebu yang dibakar dalam rangka kegiatan panen, makin bertambah banyak. Berdasarkan perhitungan awal, lahan tebu yang dibakar menjadi 14.492 hektar.

Data ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam praktik pembakaran lahan oleh kedua perusahaan dalam kurun waktu dua tahun. Tren ini mengindikasikan adanya masalah serius dalam pengelolaan lahan serta ketidakpatuhan terhadap regulasi yang melarang pembakaran lahan. 

Dampaknya adalah peningkatan potensi polusi udara dan kerusakan lingkungan yang lebih luas, yang tidak hanya merugikan ekosistem setempat tetapi juga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Peningkatan ini memerlukannya pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat untuk memastikan bahwa praktik-praktik pengelolaan lahan berjalan sesuai.

Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan Gubernur Lampung terkait izin praktik panen tebu dengan cara pembakaran berakhir dapat mengakhiri praktik ini secara efektif. Penghentian praktik pembakaran dalam panen tebu akan berdampak positif dalam mengurangi polusi udara serta mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap lingkungan. 

Selain itu, keputusan ini diharapkan mendorong penerapan metode panen tebu yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Penerapan metode panen alternatif ini akan memberikan manfaat jangka panjang dalam pelestarian lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline