Beberapa waktu kebelakang, konten quotes atau kutipan singkat dengan background video random menjadi salah satu jenis konten paling laris di media sosial. Dengan desain visual sederhana dan kata-kata yang terasa "relate", quotes ini mampu menyentuh hati jutaan pengguna. Namun, dibalik keterhubungan emosional yang kuat, terdapat sisi gelap yang jarang dibahas.
Tapi sebelumnya, mengapa konten seperti ini bisa laku keras? Konten quotes terasa dekat dengan kita karena memanfaatkan suatu ilmu dalam sosiologi yaitu resonansi teori, konsep bahwa manusia cenderung merasa terhubung dengan informasi yang mencerminkan pengalaman atau emosi mereka sendiri. Saat membaca kutipan yang seolah "memahami" perasaan kita, otak kita secara otomatis merespon dengan rasa nyaman dan validasi.
Namun, resonansi ini bisa menjadi pedang bermata dua. Ketika audiens terus-menerus mengonsumsi konten yang hanya menguatkan perasaan mereka tanpa mengajak mereka berpikir kritis atau mencari solusi, mereka terjebak dalam lingkaran emosional yang tidak produktif. Artikel ini akan membongkar beberapa masalah utama yang muncul dari konsumsi konten quotes di media sosial.
1. Misinformasi, Overgeneralisasi dan Standar Absurd Media Sosial
Salah satu sisi gelap dari konten quotes adalah seringnya kutipan ini didasarkan pada persepsi subjektif terhadap suatu hal, tanpa konteks yang jelas. Ambil contoh populer seperti, "Married is scary" (Pernikahan itu menakutkan). Kutipan ini mungkin relevan bagi sebagian orang yang mengalami trauma atau hubungan toxic, tetapi tanpa narasi yang seimbang, pernyataan ini dapat menciptakan standar negatif terhadap pernikahan bagi audiens yang belum memiliki pengalaman serupa.
Quotes seperti ini berpotensi memperkuat stereotip atau keyakinan yang tidak sehat. Ketika misinformasi dan overgeneralisasi menyebar luas, dan kita jadikan sebagai standar dan patokan, kita akan kehilangan ruang untuk memahami kompleksitas kehidupan yang sebenarnya.
2. Ketidakjelasan Konteks
Banyak kutipan terdengar memotivasi dan penuh semangat. Misalnya, "Ikuti kata hatimu apapun yang terjadi." Pada permukaan, kutipan ini seolah mengajak kita untuk percaya diri dan berani mengambil keputusan. Namun, jika diterima oleh seseorang yang sedang menghadapi situasi kompleks yang membutuhkan rasionalitas, pesan ini justru dapat menjadi bumerang.
Tanpa konteks yang jelas, kutipan semacam ini dapat membawa audiens pada keputusan impulsif yang berbahaya. Quotes yang seharusnya memotivasi malah menjadi jebakan emosional bagi individu yang sedang berada dalam kondisi rapuh.
3. Glorifikasi Kesedihan
Konten quotes seringkali menjadi pelarian cepat bagi mereka yang sedang merasa sedih atau mengalami masalah. Misalnya, seseorang yang sedang patah hati cenderung mencari kutipan yang "relate" dengan perasaannya, seperti, "Tidak apa-apa merasa hancur, itu bagian dari perjalanan hidup." Meskipun terdengar menenangkan, konsumsi berlebihan dari konten semacam ini dapat menciptakan ketergantungan pada validasi emosional yang instan.