Lihat ke Halaman Asli

Stop Bullying! Mahasiswa KKN UIN Gusdur Sosialisasikan Stop Bullying dan Positive Parenting

Diperbarui: 15 Agustus 2024   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: dokumen pribadi KKN 59 Kelompok 9 UIN Gusdur

Majalangu, Watukumpul, Pemalang (28/07/2024) - Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) angkatan 59 UIN K. H. Abdurrahman Wahid Pekalongan kelompok 9 yang bertempat di desa Majalangu menyampaikan sosialisasi mengenai bullying. Fokus dari penyampaian materi tersebut adalah bullying dan positive parenting yang direalisasikan dengan tajuk "Mengikis Akar Bullying dengan Positive Parenting". Kegiatan ini dilakukan di acara rutinan kelompok Fatayat Al-Humaeroh.

Acara dimulai dengan pembukaan Hadroh, lalu membaca tahlil, berlanjut dengan membaca Asmaul Husna. Kemudian acara disambung dengan penyampaian materi oleh mahasiswa KKN kelompok 9 desa Majalangu. 

Kegiatan penyampaian materi ini dilakukan atas saran dan rekomendasi topik dari salah satu anggota Fatayat Al-Humaeroh pada pertemuan sebelumnya. Materi ini juga dipilih karena mengingat bagaimana maraknya normalisasi bullying dengan dalih bercanda yang tanpa disadari dilakukan oleh orang disekitar kita. Selain itu, mengingat banyaknya isu mengenai kasus bullying yang akhir-akhir ini menjadi sebuah kasus yang sering diberitakan. Hal tersebut tentu saja mengundang kekhawatiran bagi orang tua mengenai anak mereka terkait dengan kasus bullying.

Bullying sendiri adalah perilaku negatif yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok kepada orang lain yang dinilai lebih lemah atau kurang percaya diri. Ada beberapa bentuk bullying yaitu physical bullying, verbal bullying, social bullying, dan cyberbullying. Pertama, physical bullying atau perundungan fisik yang merujuk pada bentuk kekerasan seperti memukul, menendang, dan mendorong. Kedua, verbal bullying atau perundungan melalui verbal/perkataan seperti mengejek dan mengancam. Ketiga, social bullying atau perundungan sosial yang berbentuk mengucilkan orang lain. Terakhir, cyberbullying yaitu perundungan yang dilontarkan di media sosial yang dapat berupa ujaran kebencian atau hate comment. Kemudian bullying sendiri dapat muncul dari beberapa faktor seperti pengaruh sosial atau lingkungan rumah, pengaruh di lingkungan sekolah, dan yang sering disepelekan adalah dari pola parenting yang kurang tepat seperti kurangnya pengawasan dari orang tua, terjadinya kekerasan di rumah yang pada akhirnya ditiru oleh anak, dan kurangnya pengajaran nilai positif yang meliputi rasa empati, menghargai, menghormati, dan toleransi.   

Dari sosialisasi tersebut, salah satu anggota Fatayat mengungkapkan kekhawatirannya mengenai masalah bullying tersebut. Beliau khawatir perihal anaknya yang pemalu atau lebih pendiam, dan bagaimana solusi agar anak tersebut berani untuk melawan apabila ia menjadi korban bullying?. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya pendekatan dan dukungan dari orang tua kepada anak. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan mendengarkan dan mengajak anak bercerita tanpa kita men-judge atau membandingkan dengan diri kita terlebih dahulu. Menurut Imam Ahmad al-Syahrastani dalam kitabnya, al-Milal wa al-Nihal, “Jangan paksakan anak-anakmu mengikuti jejakmu, mereka diciptakan untuk kehidupan di zaman mereka, bukan zamanmu”. 

Selanjutnya pertanyaan datang kembali dari salah satu ibu anggota Fatayat. Beliau menanyakan tentang bagaimana jika sebagai orang tua itu selalu membela anaknya tidak memandang apakah anaknya itu salah atau tidak. Jika kita sebagai orang tua selalu membenarkan kesalahan anak, maka dampak yang akan terjadi adalah anak merasa benar, merasa selalu di dukung, berkuasa, dan mereka tidak akan tahu mana perilaku mereka yang salah dan mana yang benar karena mereka merasa selalu dibela orang tua mereka. Untuk menyikapi hal tersebut selaku orang tua harus menetapkan batasan dan konsekuensi yang jelas. Batasan yang dimaksud adalah tidak selalu memanjakan dan membela anak jika mereka salah. Begitupun sebaliknya konsekuensi yang jelas disini adalah aturan yang jelas, aturan yang adil, konsisten, dan tidak berlebihan. Konsekuensi atau hukuman yang berlebihan justru akan membuat anak menjadi tertekan dan kurang percaya diri bahkan dapat bersikap sebaliknya yaitu menjadi anak yang pembangkang. 

Kemudian untuk mengatasi anak menjadi pelaku maupun korban bullying dapat dilakukan dengan positive parenting. Positive Parenting adalah pola pengasuhan atau pola parenting yang fokusnya pada pemberian dukungan, kasih sayang, bimbingan yang konsisten untuk membantu perkembangan anak. Positive parenting dapat dilakukan dengan membangun hubungan yang kuat dan terbuka dengan anak diantaranya mengajak mereka untuk sedikit mengobrol tentang hari mereka di sekolah, memberikan dukungan emosional, menciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang, dan mendukung mereka menjadi pribadi yang percaya diri, serta memiliki sikap empati, tanggung jawab, dan menghargai.

Jadi pada dasarnya, bullying terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah dari pola asuh atau parenting orang tua karena keluarga atau orang tua merupakan sumber pendidikan pertama seorang anak. Untuk itu peran orang tua dapat menjadi yang pertama dalam hal mengikis akar perilaku bullying pada anak-anak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline