Lihat ke Halaman Asli

Dari Saparua, Siberut hingga Teluk Bintuni dan kembali di Banda Neira

Diperbarui: 23 Desember 2016   22:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Desember 2012 rintik hujan seakan tak puas menghajar tanah, lintasan kereta merupakan neraka busuk di perempatan kota yang jauh dari kesan humanis, seorang teman mengirim surel demo lagu dari banda neira...tak perlu berargumen pada suasana hati yang menjemukan, hanya seberapa detik dari runutan waktu mengisi kebosanan nada sendu riang dan nelangsa, dari suara wanita yang merdu. dua tahun ketika saya bersandar di tepian dermaga saparua kemabli membongkar file file lagu.., tertegun...jendela,..kursi atau bunga di meja...sunyi...menyanyat seperti belati....sejenak ter diam di pinggir lautan menjelang senja. ke rinduan ku seperti membumbung tinggi di antara dahan dahan pohon pala. mungkin tak cukup saya mendengarkan untuk ke dua kalinya seakan air mata ini lembab. 

dari gugusan pesisir timur indonesia lintasan pikiranku menuju 150 kilometer sebelah barat Sumatera di Samudra Hindia, gugusan pulau yang terasing dari peradaban bercengkeramah dengan pribadi polos dan jujur, sebuah luapan kegembiraaan begitu jauh saya melangkah dari gugusan pulau kepulau berikutnya. terbangun di hamparan pasir di sebuah gubug sewa yang teduh. teringat seorang kawan menuangkan segelas bir dan mengambil gitar berdendang ...berjalan lebih jauh menyelam lebih dalam..jelajah semua warna ...bersama-bersama..ugh..persetan dengan lagu ini, dendam dan ketakutan memuncak ketika playlist ini ku putar lagi...ohh bajingan mudahnya kamu mempermaikan hati ini...

luasnya cakrawala mendamparkan ku di sebuah perjalanan yang luar biasa di leher pulau papua barat, menjelajah kawasan berlumpur dengan karakter wilayah yang eksotis dalam gambaran pikiran hanyalah hamparan hijau nan indah seperti warna leher si seksi dari surga. bumi cendrawasih menghadirkan berbagai impian tentang waktu dan dimensi dari pemikiran bangsa ini. adakalanya kerinduan akan impian orang tua kepada anaknya....

Oh, Ibu tenang sudah
lekas seka air matamu
sembapmu malu dilihat tetangga

Oh, ayah mengertilah
Rindu ini tak terbelenggu
Laraku setiap teringat peluknya

Ho ooo Ho ooo Ho ooo Ho ooo
Kini kamarnya teratur rapi
Ribut suaranya tak ada lagi

Tak usah kau cari dia tiap pagi
Dan jika suatu saat
Buah hatiku, buah hatimu
Untuk (untuk) sementara waktu pergi
Uuu Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya kan melangkah
Kita (kita) berdua tahu, dia pasti

Pulang ke rumah (pulang ke rumah)
Kini kamarnya teratur rapi
Ribut suaranya tak ada lagi

Tak usah kau cari dia tiap pagi
Dan jika suatu saat
Buah hatiku, buah hatimu
Untuk (untuk) sementara waktu pergi
Uuu Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya kan melangkah
Kita berdua tahu, dia pasti
Dan jika suatu saat
Buah hatiku, buah hatimu
Untuk (untuk) sementara waktu pergi
Uuu Usahlah kau pertanyakan kemana kakinya kan melangkah
Kita (kita) berdua tahu, dia pasti
Pulang ke rumah (pulang ke rumah)

Di Beranda by Banda Neira

langkahku tertegun di depan rumah ketika seorang anak mencium tangan ibunya, berpakain putih merah tanpa alas kaki riang menapak jalan berbatu. seditik kemudian gambaran wajah ibu yang lama tak pernah saya lihat menampar seisi kalbu hati ini...pulang..ke rumah...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline