Lihat ke Halaman Asli

Senja Merah Diatas Langit Selatan #3

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"saya sudah muak dengan ini kang" latip nampak kusam berjalan diantara rerimbunan daun dadap yang berduri lincip

"terus kamu minta apa tip, aku juga "wes kesel" berlari terus - terusan di dalam hutan" gerutunya

pagi ini operasdi trisula menyebar seantero blitar selatan, kantong - kantong pergerakan mereka di perbatasan seperti ngliyep dan pucanglaban sudah terkepung satu persatu para puritan di tangkap di dalam gua dan cerukan sungai di sepanjang pegunungan karst di wilayah selatan jawa.

semenjak kodam brawijaya menurunkan batalyon tempur menyisir dan mobilisasi masyarakat terutama kaum ansor seakan - akan turut memudahkan operasi mereka seperti "obyokan" tikus di tengah sawah. kuburan - kuburan baru dari tanah basah nampak hanya di tutupi gedbog pisang dan suket lanjaran yang menyerupai polong sangat rimbun di hutan - hutan jati "alas kelir" kawasan berbatasan dengan pantai selatan.

dalam perjalanan yang tak tentu arah kedua orang itu nampak putus asa, dalam langkah gontai mereka beristirahat di dalam komplek punden yang dikeramatkan "gondo mayit" di bukit pantai tambak rejo. nalar dan rasa takut mereka sudah lenyap yang ada hanya pasrah.

"kang makan apa kita ini dari kemarin hanya makan suwek dan uwi bakar bisa - bisa mati keracunan" keluh latif yang nampak sudah mulai lelah berlari menghindari sergapan tentara kodam brawijaya

"ini di belakang bukit ada pantai cobalah nanti kita cari remis, cuyu atau apalah yang bisa di makan kalo mancing kecuali kamu musa bisa membelah laut" gerutu tugiyo yang napak masygul....

orang tua itu cukup pintar membikin api dari bambu yang di ulir di dalam kayu dadap kering dan menjadikan api unggun, dengan berbekal cabang pohon di pulang ke punden pesarean membawa remis, cuyu dan beberapa ikan nyasar di karang yang layak di jadikan hiasan..

"ini kita bakar saja dengan daun pisang enak kalo di siram dengan air laut" sembari membalikan badanya dan melipat bungkusan daun pisang dengan welat bambu apus

" saya tadi menyusuri bukit, saya nemu suwek dan "entung" di alas jati itu kang" mereka hanya membakar dan menguyah seperti rasa getir hidup mereka yang hanya di tentukan oleh nasib ditangan para manusia yang mencoba memberangus idiologi mereka yang mereka sendiri tidak tahu apa itu stalin dan lenin..bauk remis dan cuyu bakar seperti kelas restauran seafood di dapur istana presiden lahap mereka memakannya..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline