Lihat ke Halaman Asli

Guritno AS

Penulis | Pengajar | Wiraswasta

Harta, Tahta, dan Nagorno-Karabakh

Diperbarui: 26 November 2020   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Azerbaijan dan Rusia (sumber: tass.com)

Kalah jadi abu, menang dapat minyak. Setidaknya itulah yang bisa kita duga dari hasil revolusi Libya, di mana kelompok-kelompok pemberontak anti pemerintahan rezim Muammar Gaddafi menguasai Bengazi dan kemudian seluruh Libya. 

Perang memang tidak akan menyelesaikan suatu masalah dengan tuntas. Namun terkadang saking peliknya masalah, satu-satunya jalan penyelesaian yang paling dimungkinkan untuk diambil adalah dengan perang. Dan Azerbaijan sedang membuktikannya.

Kemenangan Azeri atas Armenia dan milisi pro-Yerevan yang menduduki wilayah di luar Nagorno Karabakh disambut sukacita. Tentu saja bukan oleh rakyat Armenia.

Menurut hemat penulis pribadi tetap tidak percaya di tahun 2020 ini masih bisa ada perang antar negara secara terbuka, bukan seperti yang biasanya, yakni dengan cara (uhuuuk) memakai proksi.

Jelas sekali apa yang akhirnya diambil oleh Yerevan dan Baku adalah buntut kebuntuan diplomasi. Mungkin mereka sudah adu argumen selama sekian tahun tanpa hasil. Saling ancam dan boikot bisa jadi juga dilakukan. Dan semua tidak memberikan benefit yang diharapkan. Lantas, meletuslah perang ini. Nagorno Karabakh War edisi kesekian.

Penulis tidak berminat untuk menganalisis lebih detail jalannya perang, melainkan lebih tertarik melihat bagaimana dua kekuatan besar di Kaukasus dan sekitarnya saling memainkan perannya masing-masing. Siapa lagi kalau bukan Federasi Rusia dan Republik Turki.

Ada banyak hal yang bisa dijadikan bahan diskusi dari drama adu nyawa yang berlangsung di penghujung 2020 ini. Beberapa di antaranya bisa jadi menghasilkan hipotesis-hipotesis yang cukup seru untuk diperbincangkan bersama sambil ngopi di angkringan sembari makan tahu kopong dan sambal botol.

Turki Makin Menjadi-jadi

Andaikan ada label untuk negara dengan pencapaian politik luar negerinya paling mantap tahun ini, maka Turki adalah yang layak mendapakatnya. Selain bendera Azerbaijan (dan yang menarik juga Israel), bendera bulan sabit Turki dikibarkan oleh rakyat negeri pecahan Soviet itu, menyambut kemenangan mereka atas tetangga berisik, Armenia.

Banyak pihak menduga, Turki memberikan support yang luar biasa kepada Azerbaijan, sehingga bisa menang atas Armenia. Sesuatu yang tidak pernah mereka dapatkan sejak perang tahun 1980an-1990an.

Apa yang dipertontonkan Turki, termasuk pernyataannya untuk mengirim pasukan dalam rangka menjaga perdamaian di Karabakh, merupakan suatu show of force, bukan saja untuk Armenia yang juga tidak terlalu harmonis dengan negerinya Erdogan, tetapi juga kepada Yunani, Iran, Siprus, Syria dan seharusnya juga Rusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline