[caption id="" align="aligncenter" width="586" caption="Image:BLSM/Kompas.com"][/caption] Efektifitas Bantuan Langsung Supaya Menang (BLSM) yang baru dibagikan dua bulan lalu sangat terasa di Pilgub Jatim 2013. Petahana Pakde Karwo dengan sokongan Demokrat, PPP dan Golkar serta 28 partai lain, tidak mampu dibendung pesaing bersahaja sekelas Kofifah Indar Parawansa. Padahal dalam pemilu 2008 lalu, keduanya bersaing teramat sengit untuk menempati kursi empuk di Jl. Pahlawan 110, Surabaya. Sementara jagoan yang didukung PDIP, Bambang DH yang juga mantan walikota dua periode kemudian menjadi wakil walikota di Surabaya , hanya mampu menaikkan keterpilihannya hingga 300 persen dari sebelumnya diatas 3% menjadi 12 % lebih (menurut survei dan hasil hitung cepat). Masyarakat Jatim yang memiliki hak pilih dan masih antusias mengikuti Pilkada kali ini umumnya adalah mereka yang ada di daerah dengan tingkat kesejahteraan yang masih sekedar bertahan hidup alias menengah ke bawah. Jumlah penerima BLSM di Jawa Timur adalah yang terbesar di Indonesia dengan total penerima sebanyak 2,857,469 Ruma Tangga Sasaran (RTS). Bisa dihitung jika satu RTS dengan usia hak pilih (dewasa) adalah 2 orang (suami/istri) saja, maka potensi diatas 5 (lima ) juta pemilih. Jumlah ini masih bertambah karena biasanya warga Jatim sudah memiliki anak lebih dari dua orang alias bukan keluarga berencana dan juga sudah punya hak pilih. Sementara jumlah pemilih potensial di Jatim ketika pilkada adalah 30.034.249 pemilih, dengan pemilih perempuan (sebagian besar penerma BLSM) 15.222.508 . Kemungkinan angka golput, seperti di pilkada lain adalah 49%- 52%. Itu berarti yang menggunakan hak pilihnya adalah sekitar 16 juta jiwa yang berarti pemilih dari penerima BLSM sudah menguasai sekitar 35 persen suara. Dengan jumlah yang sudah ditangan, Pakde Karwo dengan koalisi partai yang membludak itu alias super gemuk tinggal mempertahankan sedikit loyalis dari kalangan pemilihnya 2008 lalu. Dan BLSM ini pula yang menguras suara Kofifah dalam kepesertaanya kali ini. Sementara PDIP sudah harus berhitung ulang, bahwa mereka tidak cukup tangguh menghadapi koalisi besar pasangan Karsa sementara program BLSM sudah terlanjur populer dan dianggap bagian dari upaya menyejahterakan rakyat disana. PDIP harus mencari jurus jitu untuk mementahkan trik pembagian BLSM ini jika ingin mendapat suara di Jatim. Mesin politik PDIP bagi peningkatan suara Bambang DH sebenarnya berjalan cukup baik meskipun tidak cukup membuat kejutan sebagaimana mereka lakukan di Jabar dan Sumut yang berhasil jadi runner-up setelah sebelumnya sebagai underdog. Seperti ulasan penulis sebelum ini, maka apabila dihubungkan dengan kebijakan partai moncong putih kedepan, ada kemungkinan partai itu harus lebih memikirkan langkah koalisi dengan satu atau dua partai lain jika ingin mencalonkan presidennya sendiri. Selama itu bukan dengan Partai Demokrat atau Golkar dan Gerindra yang sudah punya calon masing masing. Dan yang lebih penting untuk diketahui, setelah melihat hasil Pilgub Jatim 2013 ini, kemungkinan pencalonan Jokowi dengan Tri Rismaharini memiliki peluang yang semakin kecil, sementara kemungkinan dengan Jusuf Kalla (JK sebgai wakil) memiliki peluang yang semakin terbuka. Itupun jika JK yang kecintaannya pada negara ini tidak diragukan lagi (melebihi kecintaannya pada jabatan Presiden), mau menjadi calon wakil presiden lagi alias turun gunung dan tidak ikut konvensi di Demokrat. Jadi, jangan remehkan BLSM, karena itu adalah satu satunya senjata yang tersisa yang dimiliki Partai Demokrat dan Koalisinya. ; ; =SachsTM=
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H