[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Suasana pasca penggusuran (photo: kompas.com)"][/caption]
Setelah berseteru dengan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) kini Wagub DKI kembali berselisih dengan Komnas HAM. Sebelumnya Basuki Thahaja Purnama atau akrab disapa Ahok dikecam Komnas PA dengan pernyataanya yang dianggap tidak etis dengan menyebut siswa yang suka bajak bus sebagai "Calon Bajingan". Kemudian Sekarang Ahok harus menjadi sasaran Komnas HAM yang menilai ada pelanggaran Hak Azasi Manusia dalam pembongkaran pemukim ilegal taman burung di Pluit.
"Kalau mereka (Komnas HAM) bela, silakan bela. Ya kan kalau yang nggak kena banjir dan selamat bilang saya manusiawi, yang kepentingannya diambil bilang tidak manusiawi. Sudahlah pusing-pusing amat," ujar Ahok di Balaikota, Jakarta Pusat (16/12/2013). Bahkan Ahok berani menantang Komnas HAM yang ingin melaporkan Pemda DKI ke Presiden terkait penggusuran tersebut.
Sementara itu, Gubernur DKI Joko Widodo kali ini buka suara soal tuduhan Komnas HAM dengan mengatakan bahwa pihaknya selama ini telah melakukan sosialisasi kepada warga sebelum melakukan pembongkaran paksa. Apa yang dilakukan para petugasnya juga sangat manusiawi karena tidak ada praktik kekerasan saat melakukan aksi eksekusi itu.
Tidak biasanya Jokowi membalas tudingan yang dialamatkan kepada pemerintahannya karena biasanya Ahok selalu menjadi "benteng" yang membela setiap usaha Pemda dalam membenahi Jakarta dan tidak disukai oleh pro status quo.
namun ada yang aneh dengan sikap Komnas HAM kali ini karena sebelumnya mereka berpendapat bahwa tidak semua warga yang menempati tanah sedimen Waduk Pluit berhak untuk dibela (antaranews 17/05/13). Ketika itu melalui Komisioner Subkom Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Siane Indriani mengatakan kalau warga yang tidak memiliki kartu tanda penduduk atau surat kependudukan, tidak berhak mendapat perlakuan relokasi dari pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Namun kini perubahan sikap yang bertolak belakang ditunjukkan oleh komisi yang sepertinya tidak konsisten dengan ucapan mereka. Pemda DKI mengaku sejauh ini kalau semua prosedur penggusuran hingga tawaran relokasi ke beberapa rumah susun (rusun) telah dilakukan termasuk ganti untung sebagai bentuk kerohiman.
Menimpali pernyataanya terkait tuduhan Komnas HAM, Ahok juga mencurigai bahwa ada warga yang justru memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mempolitisir keadaan dengan memanfaatkan anak-anak dan kaum ibu melawan para petugas untuk tidak digusur. Hal ini mungkin karena dalam proses pengosongan lahan kemarin itu, ada sebagian warga yang seolah menjadikan anak anak dan ibu ibu sebagai "pagar Betis" untuk setidaknya menghalangi niat pemerintah daerah.
Jika benar perbedaan pendapat antara Komnas HAM dan Pemda DKI ini karena berhubungan dengan tahun politik, maka akan sangat memalukan bagi komisi nasional itu karena telah turut dalam mamanaskan situasi yang bukan domainnya. Komisi Nasional seperti Perlindungan Anak atau HAM bukan lembaga yang dibentuk untuk memperkeruh situasi terutama dunia politik, meski mereka adalah produk kebijakan politik pemerintah.
Yang lebih mengganggu adalah jika seandainya benar nanti Jokowi harus dicalonkan jadi Presiden oleh partainya, lalu kira kira bagaimana Ahok akan menjalankan pemerintahan di Jakarta sementara beliau seolah selalu menjadi sasaran empuk oleh mereka yang tidak membantu meringankan pekerjaan membenahi Ibukota?
Bukan hanya lembaga yang konon independen, tetapi juga perseorangan, organisasi massa bahkan kelompok preman sepertinya akan menggoyang Ahok setiap saat. Karena bagi mereka Ahok bukan orang yang menguntungkan dan sulit diajak berkomplot untuk mencuri.