Bukan Jakarta, Kutai Kartanegara atau Batam, melainkan Sumatera Utara adalah provinsi yang paling menikmati kemerdekaan Indonesia saat ini. Data perkembangan pembangunan mungkin memperlihatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Jawa adalah yang paling progressif dengan tingkat investasi paling tinggi, kemajuan pembangunan manusia dan pendidikannya paling pesat. Sementara Batam dan KuKar mungkin paling sejahtera. Baru baru ini atau tepatnya 1 November 2013 pemerintah memastikan 100% saham PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) menjadi milik Indonesia setelah diambil dari Jepang. Meskipun akan menjadi BUMN, tetapi pengambil-alihan Inalum dianggap sebagian masyarakat Sumut sebagai simbol kemerdekaan. Semua bergembira karena akhirnya kita memiliki sendiri perusahaan yang selama ini seolah menjadi bahan tontonan anak Medan. Inalum bagi sebagian masyarakat Sumut seperti sisa sisa penjajahan Jepang di Indonesia walaupun industri peleburan aluminium berkapasitas 230-240 ribu ton per tahun& itu didirikan jauh setelah negeri ini diproklamirkan. Hal ini karena Inalum menguasai hampir semua sumber listrik yang dihasilkan PLTA Sigura-gura (Asahan) yang bertenaga 600 Megawatt. Pada saat pembangunan PLTA Sigura-gura ini, dulu masyarakat Sumut dihadiahi cerita dongeng indah bahwa seluruh masyarakat Provinsi Sumut akan mendapatkan aliran listrik GRATISSS. Ternyata kemudian diketahui bahwa pembangunan pembangkit itu hanya untuk kebutuhan sebuah pabrik milik Jepang dan bahkan sampai hari ini masyarakat Sumut masih harus mengemis untuk mendapatkan penerangan. Belum lagi, setiap pembangkit milik PLN di Sumut masih harus membagi daya dengan tiga provinsi tetangganya Aceh, Riau dan Sumbar atau yang lebih dikenal dengan istilah SUMBAGUT (Sumetera Bagian Utara). Sekarang, meski masih dalam proses negosiasi yang alot dan mungkin tidak akan menjadi solusi mengatasi kekurangan listrik di Sumut, masyarakat disana tetap bergembira kembalinya Inalum ke pangkuan ibu pertiwi. Pengambilalihan Inalum ini seperti ulangan cerita kembalinya Irian Barat meski dalam ruang lingkup yang lebih kecil. Masih baru baru ini juga seorang anak Sumut, TB Simatupang resmi menjadi Pahlawan Nasional. Ini seperti hadiah hadiah bagi masyarakat Sumut secara berkelanjutan karena sebelumnya juga ada cerita keberadaan Bandara Kuala Namu yang konon akan menjadi pesaing bandara tercanggih di Asia Tenggara, Changi Singapura juga membanggakan anak anak Medan (istilah anak Medan saat ini digunakan untuk menyebut penduduk Sumut). Lebih jauh lagi, ketika masa jaman Orde Baru yang katanya represif itu, Sumut adalah provinsi anak emas bagi Soeharto. Bukan karena tunduk pada kekuasaannya melainkan bagaimana masyarakat provinsi itu mengubah tekanan menjadi peluang. Apakah itu saja? Tidak. Saat ini masyarakat Sumut bebas menikmati kemerdekaan pada perusakan alam dan hutannya. Penebangan liar dan eksploitasi hutan di Sumatera Utara sangat mengkhawatirkan dan mengancam kehidupan masyarakat setempat. Kemerdekaan yang melahirkan raja raja kecil dan tidak bertanggung jawab melalui pemekaran wilayah di Provinsi Sumatera Utara. Tidak diragukan lagi para bupati yang wilayahnya mengelilingi Danau Toba seolah berlomba menggunduli areal hutan yang menjadi daerah tangkapan air dengan kekuasaan memberi ijin yang mereka miliki. Tanpa AMDAL yang memadai, tanpa pengetahuan lingkungan hidup, tanpa pengetahuan sejarah, para raja karbitan disekitar danau Toba yang berkolaborasi dengan apatisme Gubernur hingga pemerintah pusat saling melengkapi dalam merusak alam dan ekosistem didalamnya. ==== Badan Lingkungan Hidup Sumut memperkirakan, hingga tahun 2010, sisa vegetasi hutan tinggal 12 persen dari total sekitar 356.800 hektar areal hutan di kawasan Danau Toba tersebut. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan lingkungan. Salah satu di antaranya menyebabkan pasokan air terganggu. Hutan tak lagi bisa menyerap maupun menyimpan air sehingga ratusan sungai di kawasan itu sering kali banjir jika hujan dan sawah kekeringan jika kemarau, padahal sebelumnya tak pernah terjadi. Selama ini, degradasi hutan terjadi akibat penebangan hutan yang dilakukan oleh perusahaan yang mengantongi izin konsesi hutan maupun yang tidak memiliki izin. Hingga Minggu (10/11/2013), penebangan terus berlangsung. (sumber:Kompas.com) [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Photo: Dokpri"][/caption] ==== Jika hal ini terus berlangsung, maka Danau Toba sesegera mungkin tidak akan menjadi salah satu danau terluas di dunia. Aparat kepolisian, TNI bahkan Departemen kehutanan ikut ambil bagian dalam pemerasan terhadap alam ini. Pada sisi lain yang harus diperhatikan adalah sejarah membuktikan Sumatera Utara (Tapanuli) adalah daerah paling akhir ditaklukkan penjajah karena salah satunya adalah faktor hutan dan alamnya. Sumut (Barus) terkenal bahkan jauh sebelum jaman Firaun di Mesir karena juga karena hutan dan alamnya. Kesuburan tanah Sumut (mungkin akibat letusan mahadahsyat Gunung Toba) adalah harta paling berharga provinsi itu yang tidak seperti daerah lain yang memiliki banyak tambang emas, tambang minyak dan atau tambang lainnya. Sumut tidak miliki kekayaan seperti itu. Sumut menikmati kemerdekaan dengan suka suka. Suka suka membabat hutan padahal kerentanan ekosistem Danau Toba sangat mengkhawatirkan. Kegiatan pembangunan berskala kecil seperti hotel dipantai danau itu pun bisa mengguncang kestabilan danau. Tetapi... Alam punya cara sendiri melindungi dirinya. Gunung Sinabung yang selama ini diam dan tertidur mulai bangun danterbatuk-batuk. Sepertinya Ia ingin mengusir para penduduk dan para pembalak liar dari sekitar lerengnya sembari mengingatkan bahwa panggilan Danau Raja (Toba) adalah titah. Kalau masihngeyel, mungkin nanti Gunung Sibayak pun akan dibangunkan-nya... Kemerdekaan itu sebenarnya untuk siapa? Para Bupati? Para Jenderal? Para penguasa Istana Merdeka? atau haruskah masyarakat memanggil sekutu lama, saudara setutur dari Aceh seperti ketika melawan Belanda? Para pahlawan itu ( Cut Nyak Dhien dan Sisingamangaraja ) dulu berjuang untuk menjaga setiap jengkal aliran sungai agar tidak ternoda keserakahan, sekarang keserakahan dalam kemerdekaan telah mengundang banjir, dan keringnya sungai dan sawah kami...
Bangunlah pahlawan...!!! Hadiah kita bukanlah gelar dan keistimewaan tetapi alam yang terjaga untuk anak cucu kita kelak...
;
;
=SachsTM=
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H