Lihat ke Halaman Asli

Adie Sachs

TERVERIFIKASI

Hanya Itu

Invasi Rasisme dari Jiran

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang korban tabrak lari diberitakan meninggal karena kehabisan darah di depan kerumunan warga Cina dan tidak ada yang mencoba menolong hanya karena kulitnya berwarna gelap. Mereka baru tahu bahwa korban adalah tetangga mereka yang notabene adalah seorang ber-ayah India dan Ibunya Cina tulen.... (Tulis seorang Blogger)

=======

Apa yang kita impor dari negeri tetangga Malaysia adalah kebudayaannya. Salah besar jika klaim Malaysia atas warisan budaya Indonesia dianggap pencurian, mereka hanya mencoba mengadopsi dan melestarikanya dengan cara yang menurut mereka sah secara rumpun ras.

Perkembangan rasialisme di Indonesia adalah yang imbal balik yang pantas disebut sebagai buah hasil impor dari pertukaran budaya kita. Rasisme yang kemudian ditumpangi dengan sentimen agama yang begitu kental dan mendarah daging di semenanjung dan berbalas pantun di Sarawak dan Sabah.

Jika Semenanjung adalah surga bagi rasisme melayu dan Islam terhadap etnis selainnya, maka Sarawak dan Sabah adalah benteng etnis Cina pada pertunjukan kebencian pada Melayu dan keduanya bersatu padu memarjinalkan etnis Dayak.

Singapura memisahkan diri karena isu entisitas ini.

Ada juga seorang blogger yang menceritakan kisahnya yang dibiarkan dikejar anjing piaraan  pemilik warung kopi etnis Cina, hanya karena wajahnya seorang Melayu. Ini tidak hanya terjadi di Borneo sebab kebalikannya berlaku di Semenanjung Malaya.

Kontrol ketat pemerintah Malaysia pada media sejauh ini berjalan efektif  mengendalikan keamanan di negeri rasis itu.  Tapi kita bisa melihat para blogger dari Malaysia, selalu mengunggulkan ras dan agamanya dengan merendahkan yang bukan dari kalangannya.

Indonesia menjadi negeri yang sangat terpengaruh dengan polarisasi rasisme melayu yang sempit dan primordialis ini. Semakin hebat kebanggaan melayu dengan Bahasa Melayu adalah Induk Bahasa Indonesia yang selalu tercatat dimana-mana. Seolah Melayu adalah ras unggul dengan yang lain adalah budaknya.

Toleransi di Indonesia semakin menipis, berkat pengaruh majikan Malaysia ketika babu mereka pulang ke negeri asalnya dan "invasi" ustad karbitan yang mengidealkan islamisnya negara Malaysia.

Melayu Malaysia seperti halnya Melayu pinggiran di Deli yang sinis pada Batak, masih belum siap menerima perbedaan. Hebatnya lagi, agama sering merestui dengan fatwa yang melarang bersentuhan dengan tetangga yang bukan seagama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline