Pabrik kertas terbesar di Indonesia, Asia Pulp and Paper ( APP ) dan terbesar ke empat di dunia itu sepertinya harus mulai berbicara jujur tentang eksploitasinya atas kerusakan hutan di Sumatera. Penggundulan hutan - dimana APP sangat berperan didalamnya selama bertahun-tahun - di Pulau Sumatera, habitat terakhir untuk Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Orangutan Sumatera (Pongo abelii), dan Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus), yang masing-masing terdaftar sebagai sangat terancam punah telah menjadi teramat sangat mengkhawatirkan. [caption id="" align="aligncenter" width="401" caption="Source: Black Hole Zoo"][/caption] Ada terdapat "fitnah" yang menyebut, pertumbuhan penduduk dan eksploitasi masyarakat sekitar menjadi penyebab utama konflik antara manusia dan binatang liar disana. Namun sebenarnya yang terjadi adalah peran besar para pemilik HPH di hutan Sumatera yang tidak terkendali. Telah terjadi kemerosotan yang luar biasa dari segi luas hutan yang ada di Sumatera sejak tahun 1985. Dimana sejak saat itu, Pulau Sejuta Bukit ini kehilangan hampir separuh dari luas hutannya. Dan kehilangan area hutan ini semakin tidak terkendali terutama sejak era reformasi. Perkebunan dan keberadaan pabrik kertas tidak diragukan lagi adalah penyebab utamanya. Selain konflik manusia dengan binatang, ada juga konflik pertanahan dengan pihak "investor". Belum lagi persoalan efek dan emisi gas rumah kaca terhadap pemanasan di pulau itu dan secara global. Kenapa APP? Ya, Sebagai penyandang gelar "terbesar di Indonesia" berarti "raksasa" di Sumatera. Dan tidak sulit mengarahkan telunjuk pada APP karena mereka adalah "pemain" lama dalam deforestasi di Sumatera. APP tidak hanya di tuding, tapi juga terbukti melakukan perambahan hutan alami untuk pasokan bahan baku mereka. Buktinya adalah penghentian kerjasama atau kemitraan dengan WWF, dimana APP dianggap tidak melakukan komitmennya dengan baik dan tidak ada kemajuan dalam perlindungan hutan Sumatera. Boikot Produk. Seebuah rilis terpercaya dari WWF memberitakan bahwa, DOLLAR GENERAL, peritel raksasa di Amerika Serikat yang mengoperasikan lebih dari 10.000 gerai/toko di seluruh negeri itu telah menghentikan penggunaan dan penjualan produk APP seperti tisu dan produk kertas lainnya. WWF juga menargetkan beberapa perrusahaan lain untuk melakukan hal yang sama. Komitmen Dollar General ini dianggap sebagai berita optimis untuk penyelenggara perlindungan terhadap hewan yang terancam punah dan kehidupan liar lainnya termasuk tumbuhan asli hutan Sumatera. Keputusan mereka menggambarkan bahwa perusahaan - dan konsumen - dapat menggunakan daya beli mereka untuk turut serta mendukung penggunaan sumber hutan secara lebih bertanggung jawab. Produk APP masih ditemukan di AS melalui beberapa anak perusahaannya, seperti Mercury Paper, Solaris Paper, Papermax, Global Paper Solutions dan Eagle Ridge Paper. Dan perjuangan atas hutan kita masih belum menggema... Haruskah kita menunggu setelah Gurun Sumatera terbentuk??? [caption id="" align="aligncenter" width="383" caption="Pic"][/caption] =SachsTM=
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H