Kita tidak sedang bicara menuju neraka jahanam, tapi tidak menyangkal kiamat ala Indonesia. Entah berapa tahun lagi, negeri besar ini akan tercatat dalam sejarah dunia sebagai "yang pernah ada".
Tapi satu hal yang pasti, kita sedang merintis jalan besar nan lurus tanpa rintangan untuk mengulangi sejarah kegagalan Nusantara ala Sriwijaya dan Majapahit.
Kita sedang berusaha menyamai pencapaian Yugoslavia...
Beberapa tanda ke arah sana terlihat jelas, mulai dari mitos pemimpin harus memiliki nama berakhiran "O", yang menurut penulis "bisa jadi" sebuah nama belakang "BEGO", hingga bukti nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya:
1. Hampir semua dari elemen masyarakat, alias rakyat, tidak puas dengan pemerintahan yang sedang berkuasa. Walaupun itu juga karena kita mau memberi suara dengan imbalan 20ribu rupiah saat pemilihan.
Masyarakat Papua, diberi beberapa lembar seng dan papan untuk memilih calon tertentu, dan itu mereka rasakan akibatnya saat ini. Mereka seperti ditinggalkan, diabaikan bahkan jadi bahan untuk menangguk untung dari menguras APBD Otsus oleh pejabat lokal, untuk memperkaya diri.
Apakah masyarakat Papua bodoh?
Tidak juga...
Kepolosan mereka yang butuh seng untuk bernaung dari hujan karena atap bocor menjadikan mereka menerima. Sebab Seng dan papan adalah salah satu barang mewah - selain bensin - di pegunungan sana.
Kemudian mereka mengeluh karena baru sadar telah dibohongi. Mereka merasa punya tambang emas tapi pasta gigi tak mampu mereka beli untuk membedakan mana kuning emas dan mana kuningnya gigi disiang hari.