Lihat ke Halaman Asli

Adie Sachs

TERVERIFIKASI

Hanya Itu

JK (Untuk) Jokowi, Permainan Seribu Kaki Golkar

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sodoran berbagai pihak agar Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla yang tertuang dalam banyak hasil jajak pendapat menimbulkan pertanyaan, siapa sebenarnya peserta pemilu?.

Jika kita cermati sepak terjang Golkar selama ini, dari semenjak jatuhnya rezim Orde Baru, tidak sekalipun Golkar berada diluar pemerintahan atau beropposisi. Mereka selalu memiliki alasan untuk berada dilingkaran kekuasaan dan sebisa mungkin memainkan peran yang cantik untuk membangun kembali kekuatan mereka secara perlahan namun pasti. Hal ini terlihat dari luputnya Golkar dari  pengkambinghitaman oleh masyarakat dari setiap kesalahan atau kegagalan pemerintah yang biasanya menjadi biang keterpurukan popularitas pemerintahan.

Golkar dianggap tidak memiliki andil ketika korupsi merajalela di ring satu  kekuasaan padahal mereka menyumbang banyak menteri dengan berbagai prestasi yang tidak signifikan. Golkar juga bisa berkelit, bahkan ketika Gubernur yang juga petinggi partai itu, seperti Ratu Atut Chosiyah  berkubang lumpur korupsi yang mengakar di Banten. Salah satu Provinsi termiskin di Indonesia, yang hanya sejengkalan raksasa dari pusat kekuasaan, Ibukota.

Bolehlah kita memberi pujian pada Golkar yang memainkan politik "belut" dalam melindungi image mereka dimata masyarakat. Peran media dianggap menjadi sentral untuk membatasi pemberitaan bahwa Golkar juga bagian dari kekuasaan, dan oleh sebab itu, Golkar sepatutnya juga berperan besar bagi kegagalan pemerintah dalam berbagai aspek, termasuk manfaat pertumbuhan ekonomi yang tidak dirasakan kalangan bawah. Mudahnya masyarakat disogok dan di iming-imingi janji kesejahteraan juga menjadi pemicu Golkar tetap bertahan diposisi atas dalam perkiraan perolehan suara dalam pileg mendatang.  Seandainya janji tidak bisa ditepati, Golkar memiliki alibi bahwa mereka seolah tidak berperan dalam menyengsarakan rakyat.

Politik Kaki Seribu.

Cara Golkar bermain dalam khasanah politik nasional bisa dikata cukup unik dengan berpencarnya kekuatan mereka menjadi banyak bagian. Hampir setiap partai di Indonesia dibidani atau diawaki oleh kader Golkar, baik semasa ORBA maupun setelahnya.

Siapa yang tidak kenal Wiranto, Prabowo Subianto, atau bahkan Surya Paloh?  Seorang Anis Matta sekalipun masih memiliki kedekatan dengan Golkar melalui ketua umumnya Aburizal Bakrie.

Dari nama nama diatas saja, kita tahu bahwa sebenarnya rasa "Kegolkaran" mereka tidak akan hilang begitu saja, seandainya kita memilih satu diantara mereka. Pada dua pemilu sebelumnya, jika rakyat Indonesia memilih Wiranto, atau Jk dalam pilpres dan seandainya menang, maka sebenarnya Golkar tetap akan ikut menikmati kekuasaan.  Saya bahkan sangat yakin, seandainya pasangan Mega-Prabowo menang pada pemili 2009 lalu, Golkar akan tetap ikut serta dalam pemerintahan. Sebuah pesanan yang sudah ada dalam perjanjian Batu Tulis, dimana disebutkan bahwa Prabowo akan menentukan setidaknya 8 menteri Kabinet (Seandainya menang hehe...).

Inilah politik Co-Branding ala Golkar, dimana mereka menempatkan banyak orang seolah sukarela membentuk partai sendiri namun pada kesempatan berikutnya, atas nama masa lalu, almamater, dsb.. mereka mempunyai banyak kaki untuk ikut berkuasa.

Jika terjadi kekisruhan atau penolakan pada kebijakan pemerintah, tentu dengan mudah Golkar membuat alibi tadi, bahwa mereka hanya partisipan kecil di pemerintahan.

Kaki JK.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline