PERWAJAHAN KARYA, let me tell you
Judul: Baine
Penulis: Sri Nur Aminah
Penerbit: CV HYDRA, IG: @hydra.redaksi
Genre: Romance - Real Life
Status cerita: On Going
Jumlah gulungan: 6 Bagian
Statistik wattpad: reads (164), likes (9)
Sasaran pembaca: 18+
PERJUMPAAN KARYA, come with me
20 November. 09.16. Saya dan penulis bertemu lewat kata. Dengan rendah hati mengandung kebijaksanaan, ia memancarkan gelombang inframerah radius miliaran cahaya selebih Albert Einstein memuntahkan (E = m.c (2)) terjaring ketiga Antena Siput saya yang masih hijau, masih berbau pepujaan dewa-dewi penjaga asal mula langit. Jari jemari tersenyum pelan namun gembira mengurai dari tanah mana ia berkecambah. Ia sampaikan maksud keinginan tulusnya. Saya akan dirikan 'ruang' khusus buat ia dimana hanya ada rasa ingin tahu, kejujuran, apa adanya, lingkaran tahun dari pohon suci yang tak mengenal sedikit pun pelukaan. Ke arah pandang tertuju gambar sampul luar Novel Baine memicu kenangan sebelum Ibu Bahasa menitip Anak Bahasa, Sainslah yang lebih dahulu menghangatkan pertumbuhan dan perkembangan manusia hermafrodit ini a.k.a Saya.
MENGUNYAH TUBUH KARYA, very delicious
Persiapan Menuju Pengulas Seterang Benderang Cahaya
HHM: Suhu (38,5 C), Saturasi O2 (98 mmHg, pao2), Sis/Dis (123 mmHg/81mmHg), Pulsa Jantung (56 dpm), Siklus Perasaan per 01:17 AM (Gembira), Pengulas: M Sanantara
*hhm ini bertujuan meminimalkan sebanyak mungkin bias pada diri pengulas
APA YANG TERJADI,
JIKA SEORANG ENTOMOLOGIST JATUH CINTA
PADA SASTRA DARI KETERMURNIAN YANG PALING HATI?
Novel Baine, ini jawabannya!
Menamu ke Rimba Ilalang Intelektual Novelis
Bahwa seorang pemberontak ketidakadilan lahir dari perasaan kasih sayang tulus namun berlebihan adanya membuat ia sekuat penerimaan pada seluruh kelengangan. Beda dengan lain, makhluk luar yang merasakan keindahan. senang. piringan selaput yang membungkus sanubari saya, bergetar. Betapa tidak, dari yang apa adanya ia pergi melalangbuana ke semesta lain.
Saya kerucutkan. Umumnya perantau di ruang dan waktu rantau. ia pergi dan melupakan. Menciptakan permukaan baru yang belum mengenal tanah, mikroorganisme, cahaya, juga bencana. Ini terasa luar biasa hanya kepada saya. Cerpenis nyata pulang adalah keputusannya. Berani memasuki lorong waktu yang lalu, tak mengubah apapun, ia memahat dirinya menjadikannya wadah bagi segala kebaikan, kekuatan untuk bergerak meski tahu akan ada akhir ia pilih tak mengapa.
Andai saya diberikan dorongan untuk menulis kisah di novel ini, saya tak mampu. Hanya sang Entolomogist yang menyayangi tiap fragmen artistik nan futuristik ini setulus mahahati.
Amma' Berbiaklah Selebih Limit Nol Menuju Ketakhinggaan
POHON LUKA
wujud iblis bermacam-macam
ada dimana-mana. Parahnya
tertutup cinta dan kasih
menunggu saat tepat keluar dari
kepompong gelap penuh
bilur-bilur darah pada kedua
pangkal dada setengah reringsuk
bibir nanah, rasa-rasanya
kau tengok dirimu tak tersisa
tak ada apa-apa. Ketanpaan
menelan keberadaan hanya
kepada cermin itu kenyataan
amatlah meruntuhkan
permukaan bawah
permukaan lengkung
M Sanantara
Bgr, 29112024
Saya mengutip puisi sendiri bukan tanpa alasan. puisi itu untuk Amma'. Semangat. Cerita belumlah usai. Lengkung sekali di ujung tikungan dimana wajahmu tertelan kehilangan akan meriak kembali pada suatu tiba, entah ketidakadilan mana kali nanti yang beruntung. Mari terus mengalirlah inti api hidupmu melampui mekanika quantum. Jika kehendakNya memungkinkan, Saya akan turut sertalah. Amma' apakah kamu sudah ngemil sekaleng Biskuit Khong Guan?
Bahasa Indonesia Berbisik pada Saya tentang Apostrof
Bisa-bisanya tanda kutip tunggal seorang diri itu menamu di belakang abjad penutup Amma'. Merasuki hausnya rasa ingin tahu untuk sekedar membuka kamus bahasa indonesia yang pastilah tak ada bagi pembaca yang ala kadarnya. Untung saya punya Kamus Bahasa Indonesia-Bugis. Amma' berarti Ibu. Sumber Kasih. Penyangga Derita. Bunga Matahari. Sedang Baine berarti perempuan atau wanita dari penggeneralan maksud bergantung pada konteks percakapan yang tertuang dalam kesepakatan masyarakat Kampung Duri baik tertulis maupun lisan. Lidah mendorong saya untuk berucap ini. Perempuan akan dihargai jika kepada yang melihat, mehati, memikirkan, menimbang tidak berdasar pada urusan saraf semata. Maka terurailah sudah : arsip bahasa ibu, spiritual, kecerdasan emosional bahkan di level apa pun pendidikan, Perempuanlah yang lebih 'dominan' dalam batasan akademis dengan beragam variabel penentunya.
Magnet Multikultural, Multiperspektif
Cerita ini bolehlah punya pemikiran yang relevan amat mendekati sekali kepastian. Ada, terjadi dalam keluarga mana pun dalam kerelatifannya. Keberagaman dinilai pada suatu masa akan tidak berimbang. Tersebab yang terwakilkan bukan pemerataan tapi proses drama 'diwakili' sehingga peristiwa atau momen satu dengan tak terhitung jumlah momen lainnya bertumpuk, tak muncul bahkan hilang tak ada yang memikirkan a.k.a peduli. Keberagaman adalah kehomogenan yang proporsional pada ruang dan waktu serta faktor biotik dan abiotik yang seturut menemani.
Kebudayaan memasuki pembaca bukan lewat mata, tapi hati dan kenangan. Novelis perlulah mengetahui saya, saya sudah berusaha seadil-adilnya dalam mengulas. Hasilnya adalah. sebuah konklusi. Novelis bukan orang sembarangan bila secara sopan saya merambat tuk mengintip bentuk intelektual, bentuk hatinya. Pesan saya, haruslah lestari!
Pak Muje adalah tokoh agama, bolehlah saya utarakan lebih moderen pada khalayak luas sebagai Opinion Leader. Kehangatan apa yang saya rasa. Percakapan panjang antara ia dan ke empat anaknya. Mencerminkan perbedaan yang patut dihargai, didukung dan dirangkul. Nikmat nian lahir di keluarga seperti ini, spontan hati saja komentar. Dialog bergantian itu, menyuguhkan pengetahuan Daerah Indonesia khususnya Bugis-Makassar ada pembaca lewat panggilan sehari-hari yang digunakan dalam keluarga, sebutan penghormatan pada Tetua, Adat Pernikahan, Perangai penduduknya. Ini benar-benar magnet.
Pada akhirnya, yang orang lain lihat bukanlah berasal dari dalam (abstrak) tapi yang mampu terjangkau inderawi. Paling umumnya adalah mata. Mata mata yang lain kian mematai perwajahan manusia lewat bentuk-rupanya. Diwakilkan oleh pakaian. Pakaian yang selalu mengandung ambiguitas, kontroversional bagi kalangan berintelektual tumpul. Pakaian dalam konteks cerita ini ialah Gelar. Status sosial yang melekat selamanya pada seseorang. Dan kini, menjadi suatu keributan pertanyaan yang meresahkan, Gila!. Gelar pada belahan dunia atau ruang lain dijadikan sebagai standar memperlakukan 'keadilan' atas dasar kemanusiaan yang menyerupai entahlah saya bebaskan pada daya khayal pembaca yang pastilah mumpuni.
Mendombrak kefanatisme-an praktik agama dan pelaku adat yang telah berlangsung lama. Namun tak pernah ada urun rembuk? Cermin dari rasa berlapang dada hilang seiring rasional yang tertelan akan pendambaan otonomi hanya kepada 'aku' yang banyak dalam jurang kesemulaan. Saya terganggu lantaran, pada kesenjangan komunikasi antara transfer informasi dan penerima yang mengartikannya. Tetapi biarlah saya sampai di sini, semoga terselesaikan, berdoalah saudaraku!
Dislokasi Peran Istri menjadi Suami Usai Kematian Melahapnya