Lihat ke Halaman Asli

Achmad Nurisal

https://app.gadaibpkb.online/aplikasi-pinjaman-uang-online-cepat/

Menyiasati Bonus Demografi

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Santar terdengar kabar kalau tidak lama lagi, sekitar tahun 2015 – 2030, negara kita tercinta Indonesia akan mengalami kondisi bonus demografi. Jangan senang dulu, bonus yang satu ini tidak seperti bonus-bonus lainnya yang menambah nilai atau harta kita secara cuma-cuma. Bonus demografi layaknya sebuah pisau yang memiliki dua mata sisi, dapat berguna jika kita tahu cara menyiasatinya dan bisa terluka bila kita lalai barang sedikit saja.

Bonus demografi ialah sebuah kondisi di mana proporsi penduduk suatu negara mengalami peningkatan yang tajam pada usia produktifnya dibanding usia non-produktif. Yang dimaksud dengan usia produktif adalah mereka yang memiliki rentangan umur 15 -64 tahun dalam sebuah tata kependudukan negara. Segala cita-cita dan harapan bangsa berada di tangan para penduduk yang termasuk dalam usia produktif ini. Sedangkan usia non-produktif ialah mereka yang berusia 1-15 tahun dan 65 tahun ke atas.

Keadaan melonjaknya usia produktif yang akan dialami oleh Indonesia, tidak lepas dari campur tangan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Melalui program-programnya, BKKBN terus menggenjot roda organisasi mereka agar berjalan dengan seoptimal dan seefisien mungkin. Menurunnya tingkat fertilitas, meningkatnya kualitas kesehatan yang diterima masyarakat, berhasilnya program keluarga berencana, adalah beberapa bukti nyata kesuksesan tersebut. Hasil dari kerja keras dari BKKBN inilah yang mengakibatkan Indonesia akan mengalami bonus demografi dan berpeluang untuk menuai berbagai keuntungan.

Pada kondisi bonus demografi, banyak iming-iming kemaslahatan yang akan diperoleh oleh negara kita, Indonesia. Disebut-sebut bahwa keadaan tersebut, 2 (dua) orang usia dewasa (produktif) dapat menanggung 1 (satu) orang usia lansia (non-produktif) pada masanya. Hal ini menyebabkan, kondisi negara kita akan berada di titik puncak bergairah karena meledaknya angka usia produktif dalam perekonomian sebuah negara. Suara untuk pemilihan-pemilihan umum pada tahun-tahun terjadinya bonus demografi juga akan didominasi oleh para usia produktif muda dan mudi.

Terlepas dari segala angin surga yang dihembuskan oleh bonus demografi, sebagai seorang yang akan mengalami secara langsung kondisi tersebut, saya pribadi memiliki kekhawatiran tersendiri. Beberapa nada satir yang akan saya sindir antara lain:

Persaingan Kerja Semakin Ketat

Tak dipungkiri jika bonus demografi terjadi, makapersaingan kerja akan semakin ketat. Hukum rimba akan berlaku di sini: siapa yang kuat akan bertahan, dan yang lemah akan terbuang. Hawa persaingan yang semakin licin pun sudah dapat dirasakan pada tahun 2014 ini. Banyak penyelenggara job fair yang berhasil dan sukses untuk mengumpulkan para job seeker yang berdesak-desakkan untuk dipertemukan kepada para perusahaan yang sedang mencari talent.

Ketatnya persaingan akan meninggikan standar perusahaan dalam mencari pewagai baru dalam sebuah lingkup bisnis usaha. Hukum ekonomi pun berlaku dalam ranah kependudukan sektor tenaga kerja: penawaran lapangan kerja melebihi permintaan akan tenaga kerja, maka harga nilai jual (standar penyaringan karyawan) akan semakin melambung. Terlibas sudah para pemuda putra dan putri pencari kerja yang hanya memiliki sedikit keterampilan. Mau tidak mau, mereka yang mempunyai keahlian lebih dan memadai yang akan terserap ke lapangan pekerjaan. Lebih-lebih untuk para tamatan bukan sarjana, mata dan kepala saya sendiri yang menyaksikannya. Banyak dari teman-teman saya yang harus rela bergumul dengan nasib dan tersingkir dari arena ketatnya persaingan kerja khususnya di Jakarta.

Pengangguran dan Angka Kriminalitas Meledak

Para usia produktif yang tersisih dari ketatnya persaingan kerja, terpaksa harus menambah angka pengangguran di sebuah wilayah. Bonus demografi yang kurang siasat seperti ini bisa menjadi bumerang dan malapetaka bagi stabiliatas sosial dan ekonomi dari sebuah negara. Penyerapan tenaga kerja yang tidak maksimal adalah salah satu sumber ketidak-stabilan yang terjadi ketika lonjakan penduduk usia produktif meningkat dengan tajam dalam suatu periode tertentu.

Pengangguran yang merajalela disertai dengan kurangnya ketrampilan yang dimiliki, dapat membuat kriminalitas di suatu negara merebak di mana-mana. Ini kekhawatiran sesungguhnya dari serentetan efek domino jika bonus demografi tidak dipersiapkan dengan matang. Angka kriminalitas yang tinggi bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi penduduk yang tinggal di suatu wilayah. Hal ini juga bisa berdampak langsung pada perekonomian suatu negara. Sebut saja Meksiko yang tingkat kriminalitasnya begitu tinggi. Menurut majalah Time, pada tahun 2013 bisa terjadi pembunuhan hingga 3-5 orang setiap harinya yang dilakukan oleh mafia-mafia antar organisasi. Dampaknya, Meksiko menjadi negara yang ditakuti oleh investor-investor asing untuk menanamkan modalnya di sana. Perekonomian Meksiko pun surut dan mengalami kemandekkan hingga sekarang.

Urbanisasi Meningkat

Tak dipungkiri jika bonus demografi terjadi, maka akan meningkat pula arus urbanisasi. Perpindahan penduduk dari desa ke kota ini diakibatkan oleh kurang meratanya pembangunan di daerah-daerah tertentu. Kesadaran akan mengenyam pendidikan wajib belajar 12 tahun seharusnya juga dibarengi oleh pembangunan infrastruktur yang merata antara kota dan desa. Tidak tertampungnya usia produktif ke lapangan pekerjaan di sebuah wilayah, akan mengakibatkan laju urbanisasi meningkat di sebuah negara. BKKBN harus menyiapkan strategi khusus untuk menekan tingkat urbanisasi ketika bonus demografi terjadi di negara Indonesia tercinta.

Ketika melaksanakan perjalanan dinas untuk sebuah proyek kolam renang di GOR Lubuklinggau, Palembang, saya pribadi kagum dengan meningkatnya pembangunan dan infrastruktur yang berada di sana. Dibangunnya kolam renang pun menjadi bukti keberhasilan pemerintah daerah setempat dalam rangka memeratakan pembangunan di wilayahnya. Terserapnya tenaga kerja penduduk lokal untuk turut serta dalam proyek tersebut menjadi sebuah prestasi tersendiri.

Namun hal tersebut tidak saya temukan di Seloga, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ketika bekerja di sebuah perusahaan tambang batu bara, saya melihat sendiri ketimpangan pembangunan yang terjadi di tempat ini. Lahan kosong masih tersebar banyak di berbagai wilayah. Bahkan salah seorang sopir (penduduk asli ) pun pernah bercerita jika di jalanan terjadi kecelakaan, maka korban tersebut akan tergeletak begitu saja sampai pagi karena saking sepinya penduduk daerah ini. Hampir sepanjang jalan, kira-kira 10 kilometer, hanya akan ditemukan hutan dan pepohonan. Para pegawai di tempat saya bekerja kala itu pun kebanyakan datang dari Jakarta dan dari daerah Jawa, jarang sekali penduduk lokal Kalimantan yang terserap menjadi tenaga kerja di wilayahnya. t ini harus menjadi sorotan pemerintah dalam usaha memeratakan pembangunan di Indonesia

Angka Kelahiran Melonjak

Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, bonus demografi ialah sebuah kondisi di mana proporsi penduduk suatu negara mengalami peningkatan yang tajam pada usia produktifnya dibanding usia non-produktif. Siklus ini tidak setiap tahun terjadi. Merebaknya angka usia produktif mengakibatkan tingkat pernikahan di suatu negara menjadi naik pula. Tidak lengkap rasanya jika sudah menikah namun tidak memiliki momongan anak. Maka, pelonjakan usia produktif ini berbanding lurus dengan meningkatnya angka kelahiran yang terjadi di masa-masa bonus demografi.

Jika angka kelahiran ini tetap dibiarkan dan diabaikan, maka bonus demografi akan berhenti dalam waktu yang singkat saja. Ingat, bonus demografi adalah proporsi usia 15-64 tahun yang meningkat tajam dalam suatu waktu tertentu, sedangkan angka kelahiran akan memberi sumbangsih pada peningkatan penduduk di usia non-produktif yaitu 0-15 tahun. Maka kenikmatan dan iming-iming keuntungan hanya bisa dirasakan dalam waktu yang sebentar saja jika angka kelahiran, yang meredam bonus demografi, dibiarkan merajalela.

Kondisi di atas tentu bisa diatasi dan bukan hadir tanpa solusi. Untuk mengatasi bonus demografi yang akan terjadi, diperlukan siasat cerdik dan program-program yang menunjang BKKBN sebagai lembaga yang mengurusi persoalan kependudukan dan perencanaan keluarga di Indonesia. Apalagi nanti BKKBN akan hadir sebagai lembaga resmi bagian dari Kementerian Kependudukan di negara kita tercinta. Semoga dengan terbentuknya BKKBN sebagai Kementerian nanti bisa melakukan inovasi serta terobosan melalui visi dan misi barunya serta menjadi semakin lebih baik lagi. Berikut sumbangan saran yang bisa saya berikan dan ungkapkan melalui media penghubung dan jurnalisme warga, Kompasiana:

1. Pemerataan Pembangunan

Sudah bukan isu baru lagi jika pembangunan di Indonesia tidak merata. Entah mengapa, infrastruktur privat maupun publik hanya tersentralisasi di Ibu Kota. Setiap tahunnya, ada saja hal-hal yang baru di Jakarta mengenai pembangunan ini. Saya pribadi melihatnya tidak sehat. Efek dari hal ini, selain bisa terjadi kecemburuan sosial dari kota-kota lain, pembangunan yang tersentralisasi menimbulkan ketimpangan dalam hal kemajuan sebuah daerah di Indonesia. Mau tak mau, orang-orang dari luar Jakarta berbondong-bondong untuk ke Ibu Kota dan mengadu nasib di sana. Dengan harapan dirinya dapat penghidupan yang lebih layak dibandingkan dengan tinggal di wilayahnya sendiri.

BKKBN harus serius untuk mendesak Pemerintah Pusat dalam memeratakan daerah-daerah di Indonesia. Terutama pada infrastruktur dalam bidang pendidikan dan lapangan pekerjaan. Percuma saja bonus demografi ini tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemajuan dan kebangkitan Indonesia dari tidur panjangnya.

Dalam hemat saya, pendidikan berperan penting membangun bangsa di dalam sebuah negara. Percuma saja jika usia produktif meledak namun tidak diimbangi dengan kualitas individunya. Dengan pendidikan yang layak, bonus demografi dapat memberikan keuntungan yang menggiurkan. Begitu pula dengan pemerataan pembangunan di bidang lapangan pekerjaan, hal ini dimaksudkan untuk menyerap para usia produktif agar tidak terjadi pengangguran dan menekan angka kriminalitas yang dapat timbul akibat dari angka pengangguran yang merajalela.

2. Penyuluhan Program Keluarga dan Generasi Berencana

Penyuluhan terhadap pasangan usia produktif untuk melakukan program Keluarga Berencana dari BKKBN, dapat berperan dalam pelonjakan angka fertilitas atau kelahiran. Dengan begitu, bonus demografi dapat dinikmati dalam waktu yang sesuai target perkiraan. BKKBN dapat bekerjasama dengan KUA setempat untuk langsung menembakkan program-program Keluarga Berencana kepada para pengantin baru yang ingin mengarungi bahtera rumah tangga. Program Generasi Berencana yang dicanangkan oleh BKKBN juga harus disebar-luaskan dan diedukasikan untuk mendidik generasi muda dalam mempersiapkan pernikahan mereka dengan matang.

3. Pengadaan Pelatihan dan Keterampilan

Usia produktif yang tidak diimbangi dengan kesiapan dan keterampilan, dapat berakibat fatal seperti yang telah dipaparkan di atas. Untuk mencegah hal itu, BKKBN perlu untuk mengadakan Balai Pelatihan dan Keterampilan di tiap-tiap kecamatan setempat. Saya ingat betul waktu itu sempat ada sebuah Balai Pelatihan dan Keterampilan yang diadakan oleh Kecamatan Pamulang, tempat saya tinggal. Namun sayangnya, informasi berharga itu tidak diketahui oleh khalayak ramai. Padahal jika berjalan dengan baik dan diikuti oleh maysarakat sekitar, program seperti ini sangat baik untuk meningkatkan skill para pesertanya. Apalagi dari informasi petugas kelurahan saat itu, pelatihan tersebut menghasilkan/menerbitkan sertifikat khusus yang dapat digunakan sebagai nilai tambah para usia produktif dalam mencari pekerjaan. BKKBN harus jeli untuk menyebar informasi seperti ini kepada para penduduk Indonesia khususnya para usia produktif agar kualitas mereka bisa bersaing dengan yang lainnya.

4. Dukungan Penuh Terhadap UKM dan Go Internasional

Lembaga Keuangan yang tersebar di seluruh Indonesia rata-rata sudah memiliki fasilitas Kredit untuk Usaha Kecil dan Menengah. Namun persyaratan yang harus dipenuhi para kreditur sangat panjang dan sulit untuk dilalui. BKKBN sepertinya harus bekerja sama dengan Lembaga Keuangan ini dan membangun program pembinaan kepada calon kreditur. Dukungan yang diberikan oleh BKKBN kepada para pengusaha kecil dan menegah ini, bukan hanya dapat menekan angka pengangguran, mereka bahkan bisa membuka lapangan pekerjaan dan dapat mengurangi beban pengangguran di Indonesia.

Kita punya anak-anak bangsa yang dahulu menjadi ahli di bidangnya dan diakui kehebatannya oleh dunia. Guru-guru kita kala itu pernah dikirim ke Malaysia untuk memajukan pendidikan di Negeri Jiran tersebut. Sejarah selalu berulang. Mungkin kini saatnya Indonesia bangkit dari tidur panjang dan menunjukkan taringnya kepada seluruh dunia. Melalui momen berharga bonus demografi ini, BKKBN harus pandai mengambil peluang dan memanfaatkan situasi. Untuk produk-produk dalam negeri, sudah saatnya didukung dengan persyaratan dan perizinan yang mudah dan solutif. Kepada anak-anak bangsa yang memiliki prestasi, sudah saatnya pemerintah menggojloknya untuk bisa bersaing di dunia. AFTA sudah di depan mata. Melalui kesempatan bonus demografi ini, mari kita tunjukkan kalau Indonesia adalah Macan Asia dan telah kembali bangkit dari tidur panjangnya.

Sumber:

bkkbn.go.id

kompas.com

republika.co.id

Time Magazine

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline