Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Bosan Jadi "Budak Korporat", Lebih Baik Berbisnis?

Diperbarui: 12 Juni 2024   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Bosan Jadi Karyawan | Sumber: Pexels/Karolina Kaboompics

Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang teman, yang secara khusus ingin bertanya tentang bisnis toko sembako, yang sekarang sedang saya jalani. 

Rupanya dia memang punya rencana untuk membuka toko sembako, sehingga dia membutuhkan informasi dari saya tentang cara mengelola toko tersebut agar tokonya mampu bertahan, dan syukur-syukur bisa menghasilkan keuntungan yang bagus dalam jangka panjang.

Tentu saja pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu tidaklah cukup. Saya tidak bisa menerangkan segala aspek yang dibutuhkan untuk membuka toko dalam waktu sesingkat itu. 

Jadi, ketimbang lebih banyak berbicara, saya justru lebih banyak bertanya dan mendengar. Saya ingin memahami kondisi teman saya, sekaligus menemukan motivasi terkuatnya untuk memulai bisnis tersebut.

Sebelum terpikir membuka usaha, teman saya bekerja sebagai karyawan swasta. Kurang-lebih sudah lima tahun, dia berkecimpung di dunia korporat. Namun, pada usia 27 tahun, ia memutuskan stop. Dia "resign" dari kantornya dengan alasan sudah "bosan". Sebetulnya di umurnya yang masih terbilang muda, dia bisa saja mencari pekerjaan lain.

"Tapi, masalahnya, Koh, kalau cari kerja di tempat lain, gue pasti dapat pekerjaan yang sama kayak sebelumnya," katanya. "Gak bakalan jauh-jauh."

Hal itu sangat bisa dimaklumi, mengingat perusahaan biasanya melihat pengalaman calon karyawan sebelum melakukan perekrutan. Jika di kantor sebelumnya, calon karyawan tadi sudah berpengalaman di bidang keuangan misalnya maka pekerjaan yang ditawarkan tentunya tidak jauh-jauh dari bidang tersebut. 

Jadi, umumnya akan sangat sulit apabila calon karyawan tadi berpindah posisi. Sebab, dia mesti belajar lagi dari nol, dan belum tentu dia cocok dengan posisi yang baru.

Saya tidak mengkritik atau menyalahkan keputusannya tersebut. Saya justru memakluminya karena saya dulu pun pernah bekerja sebagai karyawan selama lebih dari lima tahun. Jadi, saya mengerti perasaannya, situasinya, dan alur berpikirnya.

Semua keputusannya untuk membuka toko adalah sepenuhnya urusannya pribadi. Saya tidak melakukan intervensi terhadapnya. Namun, sejak awal pertemuan, saya menekankan kepadanya bahwa menjadi seorang pengusaha bukanlah hal yang mudah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline