Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

"Happy Money" atau "Unhappy Money"? Sebuah Refleksi tentang Uang

Diperbarui: 16 Oktober 2023   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Uang/Sumber: news.richmond.edu

Kemarin, sewaktu berkunjung ke Gramedia, saya bertemu dengan sebuah buku yang judulnya cukup menarik: "Happy Money". Buku tersebut ditulis oleh Ken Honda, dan isinya cukup unik. 

Awal-awal membaca buku tersebut, pikiran saya sempat "terpental" pada buku "Rich Dad, Poor Dad" yang ditulis Robert Kiyosaki. Maklum, gaya penulisan keduanya cukup mirip, karena di bagian awal, Ken dan Kiyosaki sama-sama memperkenalkan dua "sosok" yang bertolak belakang.

Jika Kiyosaki menceritakan soal sosok "Ayah yang Kaya" dan "Ayah yang Miskin", maka Ken justru menggunakan metafora dengan membahas sosok "Happy Money" dan "Unhappy Money". 

Sosok "Happy Money" digambarkan sebagai bocah kecil yang periang dan murah hati. Sementara, "Unhappy Money" sebaliknya. Ia tampak "hobi" bersedih, muram, murung, dan sederet emosi negatif lainnya.

Tentu saja, "Happy Money" dan "Unhappy Money" bukanlah sosok yang nyata. Keduanya cuma sebuah perumpamaan yang dipakai oleh Ken untuk menggambarkan penilaian kita terhadap uang.

Seperti yang disinggung oleh Ken, setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda terhadap uang. Meskipun sejatinya uang adalah benda yang netral, namun sewaktu memikirkan uang, maka opini masing-masing orang bisa "terbelah".

Kiyosaki misalnya menyebut kedua ayahnya memiliki opini yang berseberangan jika bicara soal uang. Ayah yang Miskin", misalnya, menolak membahas uang di meja makan dan menganggap uang sebagai "sumber kejahatan". Sementara, "Ayah yang Kaya" berkata sebaliknya. Uang adalah kekuatan, kekuasaan, katanya.

Pandangan semacam itu mungkin bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tanyakanlah opini orang-orang di sekitar Anda tentang nilai uang bagi mereka. Jangan kaget kalau jawaban yang disampaikan bisa bermacam-macam, dan hal itu mungkin membikin Anda pusing sendiri.

Kita harus memahami bahwa opini tersebut bisa muncul bukan tanpa sebab. Pasti ada cerita yang menarik di belakangnya.

Sehubungan dengan hal itu, saya jadi teringat pada kisah William Tanuwijaya, seorang co-founder Tokopedia, yang disampaikan di sebuah podcast.

Di podcast tersebut, William bilang, saat kehidupan sulit, uang menjadi hal yang penting; saat kehidupan sudah sejahtera, waktu menjadi hal yang penting. Opini tersebut timbul sewaktu ia merefleksikan kehidupannya pada masa lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline