"Tapi, bagaimana kita bisa lihat prospek perusahaan pada masa depan? Bukankah laporan keuangan hanya menunjukkan kondisi terdekat yang paling relevan dengan perusahaan?"
Pertanyaan tadi diajukan oleh seorang teman, yang masih belajar tentang cara berinvestasi saham. Karena latar pendidikannya adalah ekonomi, maka saya tidak perlu menjelaskan secara panjang lebar tentang cara menganalisis laporan keuangan, yang notabenenya merupakan "modal" awal bagi kita untuk menemukan saham yang layak dibeli.
Saya yakin, dengan sedikit penjelasan, teman saya sudah bisa memahaminya sebaik mungkin, sehingga ia bisa mengetahui kriteria perusahaan yang bagus.
Meski begitu, yang membuatnya bingung ialah soal kemampuan perusahaan untuk terus bertumbuh pada masa depan. Hal inilah yang tidak dapat ditemukan di laporan keuangan atau laporan tahunan yang dirilis perusahaan.
Wajar, laporan tersebut hanya memperlihatkan kinerja perusahaan pada masa lalu, tidak lebih. Alhasil, kalau hanya menganalisis laporan tersebut saja, maka kita tidak bakal mengetahui apakah perusahaan berpotensi mencatatkan "prestasi" yang sama pada masa depan atau tidak.
Oleh sebab itu, selain kondisi keuangannya, kita juga mesti mencermati aspek lain, yakni faktor manajemen. Bagaimanapun, yang "menahkodai" sebuah bisnis adalah manajemen, sehingga kualitas manajemen cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan perusahaan pada masa depan.
General Electric
Ada cukup banyak contoh yang menegaskan hal ini. Sebut saja cerita kejayaan General Electric (GE) pada tahun 1980-1990-an. General Electric adalah perusahaan terkemuka asal Amerika Serikat, yang mempunyai lini bisnis yang sangat beragam, mulai dari sektor elektronik, permesinan, hingga keuangan.
Perusahaan yang salah satu pendirinya adalah Thomas Alva Edison ini memasuki "masa keemasan" di bawah kepemimpinan Jack Welch. Welch mulai menjabat sebagai CEO GE pada awal tahun 1980, dan sejak saat itu, ia melakukan sejumlah ekspansi terhadap bisnis GE.
Pada masanya, Welch kerap memangkas jumlah karyawan, menjual lini bisnis yang tidak menguntungkan, dan memulai bisnis baru yang dianggap prospektif. Alhasil, GE pun menjelma menjadi perusahaan konglomerasi, yang memiliki banyak anak usaha.
Tentu saja, hal itu turut meningkatkan pertumbuhan penjualan dan laba yang dicetak GE dari tahun ke tahun. Ketika Welch mengomandoi GE pada awal tahun 1980-an, harga saham GE hanya sebesar 1,3 USD. Namun, dalam 2 dekade kemudian, sahamnya dihargai 58 USD, alias telah "meroket" lebih dari 40 kali lipat daripada sebelumnya!