Perhelatan Capital Market Summit & Expo 2020 yang diselenggarakan pada minggu lalu menyisakan sebuah catatan menarik, terutama soal wacana Tokopedia yang ingin melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
Dalam acara tersebut, CEO Tokopedia William Tanuwijaya menyebut tengah membangun tim manajemen yang baik demi mendapatkan kepercayaan investor.
Alhasil, masyarakat, terutama investor, tinggal menunggu "tanggal main"-nya saja, sebelum bisa ikut memiliki perusahaan ecommerce, yang disebut mempunyai valuasi 7,5 miliar USD atau setara 111 triliun Rupiah.
Wacana IPO ini sebetulnya sudah lama terdengar sejak beberapa tahun lalu. Namun, karena satu dan lain hal, belum ada kejelasan soal pelaksanaannya.
Hal itu bisa terjadi karena beberapa alasan, di antaranya, adalah peraturan Bursa Efek Indonesia yang mengsyaratkan bahwa perusahaan yang ingin melepas sahamnya ke publik harus membukukan keuntungan terlebih dulu.
Peraturan ini muncul bukan tanpa sebab. Kalau perusahaan yang menggelar IPO sering mencatatkan pembukuan yang minus, maka begitu dilepas ke masyarakat, harga sahamnya bisa "terjun bebas". Hal ini tentu saja bakal merugikan investor yang sudah membeli sahamnya di pasar primer, dan juga menjatuhkan valuasinya, serta memberangus kepercayaan investor terhadap kualitas manajemennya.
Peraturan itulah yang kemudian membikin perusahaan ecommerce ragu melakukan IPO di Indonesia. Hal ini tentu bisa dimaklumi, mengingat kebanyakan ecommerce belum mampu mencetak profit meskipun sudah beroperasi sekian tahun dan sudah dikenal luas oleh masyarakat.
Hal itu bisa terjadi karena pada tahap awal, manajemen terus melakukan ekspansi besar-besaran demi merebut pangsa pasar. Berbagai macam taktik "bakar duit" pun dilakukan, mulai dari menerapkan program gratis ongkir, cashback, bebas biaya admin, hingga promo jor-joran lainnya.
Meskipun program tadi menguras banyak kas, sehingga pembukuan perusahaan sampai minus, namun angka penjualan terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Pertumbuhan inilah yang sejak awal diincar oleh ecommerce.
Bagi perusahaan tersebut, tidak apa-apa rugi pada tahap awal. Yang penting, angka sales meningkat lebih dulu. Profit bakal menyusul kemudian. Dengan strategi demikian, jangan heran, sampai sekarang, sejumlah ecommerce masih belum membukukan hasil yang positif, sehingga hal itu menjadi salah satu hambatan untuk melantai di pasar saham.
Meski begitu, belakangan, Bursa Efek Indonesia sedikit melonggarkan peraturan tadi dengan menerbitkan papan akselerasi. Kebijakan ini dimaksudkan mengakomodasi keinginan perusahaan startup, termasuk ecommerce, yang masih belum menghasilkan keuntungan, tetapi berniat melakukan IPO.