Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Kiat Membeli "Perusahaan Franchise" dengan Harga yang Wajar

Diperbarui: 22 September 2021   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi sebuah toko waralaba. (sumber: unsplash.com/@tmwd/Artem Gavrysh)

"It's far better to buy a wonderful company at fair price than fair company at wonderful price"

Warren Buffett

Tulisan ini sebetulnya lahir dari "kegalauan" saya karena selalu gagal membeli saham BBCA (PT Bank Central Asia Tbk) di harga yang murah. Sudah sejak lama, saya memang mengincar saham ini. Alasannya? Saham ini mempunyai fundamental yang kuat dan terus bertumbuh dari waktu ke waktu.

Hal itu tentu bisa dimaklumi karena perbankan adalah sektor usaha yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Berbeda dengan masa lalu, yang mana mayoritas transaksi keuangan dilakukan secara tunai, sekarang semua urusan pembayaran bisa diselesaikan secara kredit, debet, atau transfer. Berkat jasa bank, transaksi tadi menjadi lebih mudah, murah, dan aman.

Oleh sebab itu, industri perbankan boleh dibilang hampir tidak ada matinya. Industri ini sudah ada pada masa lalu, tetap berkembang pada masa kini, dan akan terus bertumbuh pada masa depan. 

Makanya, jangan heran, di Bursa Efek Indonesia, saham-saham perbankan mendominasi kekuatan kapitalisasi pasar, sekaligus mengindikasikan bahwa jumlah bank terus bertambah dari waktu ke waktu.

Di antara sekian banyak saham di sektor perbankan, terdapat beberapa saham yang selalu jadi "langganan" para investor. Salah satunya ya saham BBCA tadi. Karena ada begitu banyak investor yang berminat memilikinya, sahamnya pun dipatok dengan harga premium.

Saat tulisan ini dibuat, saham BBCA dihargai Rp 34.000-an per lembar. Bagi investor ritel, pembelian saham ini jelas memerlukan anggaran yang besar, sebab untuk memperoleh 1 lot saham saja, investor mesti menggelontorkan uang sebesar Rp 3,4 juta.

Belum lagi, dari segi valuasinya, saham ini cenderung sudah kemahalan karena PBV-nya mencapai 4,9 x. Dengan PBV tersebut itu artinya investor bersedia membayar 4-5 kali lipat lebih mahal dari nilai bukunya.

Membeli saham yang bagus dengan harga yang mahal jelas bukan keputusan yang bijak. Sebab, akan butuh waktu yang lama untuk bisa balik modal. Semakin mahal valuasi sahamnya, semakin lama waktu yang diperlukan agar investasi yang dilakukan menemukan "titik impas".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline