"Karena terus 'bakar uang', bagaimana kami kuat...."
Kalimat itu meluncur dari bibir Mochtar Riady dalam sebuah acara di Ballroom Djakarta Theater pada hari Kamis kemarin.
Di sela uraiannya, ia sempat menyinggung alasan Lippo Group melepas 70% saham OVO beberapa waktu lalu. Penjualan saham itu memang mengejutkan banyak pihak, termasuk saya pribadi.
Sebab, investor mana sih yang mau melego saham dari startup yang sudah menyandang status "Unicorn"?
Bukankah dengan valuasi yang mencapai lebih dari 1 miliar dollar, perusahaan itu akan mendulang banyak untung pada masa depan, sehingga sayang betul kalau sahamnya dijual begitu saja?
Boleh jadi, Mochtar Riady memiliki pandangan berbeda. Pendiri Lippo Group ini mungkin memandang bahwa strategi yang dijalankan oleh manajemen OVO sekarang hanya akan menjadi "bumerang" bagi perusahaan pada masa depan.
Maklum, dalam rangka "mengedukasi" masyarakat tentang penggunaan dompet elektronik, sejak tahun 2017, manajemen OVO memang gencar menerapkan strategi "bakar uang".
Dengan modal yang disetorkan investornya, manajemen OVO rutin menyelenggarakan beragam jenis promo untuk memikat hati konsumen.
Manajemen OVO memang menghabiskan cukup banyak modal dalam melaksanakan strategi tersebut. Konon, per bulan, manajemen sampai menggelontorkan 700 miliar rupiah untuk "memanjakan" para pengguna OVO dengan beragam jenis promo.
Hal itu belum termasuk biaya operasional, sehingga kalau ditotal, jumlahnya bisa melampaui angka yang disebutkan barusan.