Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Susahnya Mengail "Cuan" pada Bulan September

Diperbarui: 2 September 2020   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bursa saham (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Rumor bahwa September bukan bulan yang "ramah" untuk investor saham mungkin ada benarnya. Sebab, dari pengalaman, saya merasakan sendiri betapa sulitnya mendulang untung di pasar saham sepanjang bulan September ini.

Sampai tulisan ini dibuat, belum ada satu pun saham-saham yang saya beli menunjukkan kinerja yang kinclong. Parahnya, ada satu saham saya yang sampai mengalami potensi capital loss sebesar 10%!.

Semua itu boleh jadi disebabkan oleh maraknya sentimen negatif yang berembus di bursa saham. Sentimen itu di antaranya masih seputar perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang sudah berlangsung hampir 2 tahun.

Meskipun beberapa menteri dari masing-masing negara tadi akan berunding membahas solusi perang dagang pada awal Oktober nanti, pelaku pasar masih dibayangi rasa waswas. Sebab, belum ada "sinyal-sinyal" positif yang menunjukkan bahwa kedua negara tersebut akan mencapai kata sepakat.

Tak hanya dari luar negeri, beberapa sentimen negatif dari dalam negeri juga ikut mengepung Bursa Efek Indonesia. Setidaknya ada dua sentimen negatif yang sampai menciptakan "guncangan hebat" di pasar saham.

Yang pertama ialah jatuhnya harga saham emiten rokok pada hari Senin, 16 September kemarin. Sebelumnya tidak ada yang menyangka bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% akan berdampak buruk pada harga saham emiten rokok.

Kenaikan cukai rokok berimbas pada penurunan harga saham emiten rokok/sumber: detik.net.id

Pasalnya, setelah pengumuman tadi disampaikan, harga saham HMSP (PT HM Sampoerna) dan GGRM (PT Gudang Garam) terjun bebas hingga minus 20%!.

Peristiwa itu ikut "menggetarkan" harga saham-saham lain, termasuk saham yang saya pegang. Maklum, HMSP dan GGRM adalah saham yang punya kapitalisasi yang besar. Keduanya selalu masuk ke dalam jajaran teratas sebagai saham terbesar di Bursa Efek Indonesia.

Makanya, dengan bobot sebesar itu, kejatuhan harga kedua saham tadi ikut menyeret IHSG. Sepanjang "hari kelabu" itu, IHSG rontok hingga 2%!

Kejadian itu boleh disebut sebagai sebuah "anomali". Sebab, pada kuartal 2 tahun 2019, kedua saham tadi masih mencatatkan laporan keuangan yang positif. Penjualan dan laba-nya pun terus bertumbuh.

Meskipun begitu, investor sepertinya berpandangan lain. Investor menilai bahwa kedua saham tadi mempunyai prospek yang suram. Kenaikan cukai rokok yang besar diprediksi bisa menurunkan penjualan-nya pada masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline