Festival Jakarta Great Sale (FJGS) 2019 resmi dimulai sejak 24 Mei kemarin. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pagelaran ini senantiasa ditunggu-tunggu oleh warga Jakarta dan sekitarnya.
Dengan diikuti sedikitnya 27 mall, ada berbagai jenis produk yang ditawarkan di dalam festival ini, seperti pakaian, sepatu, dan elektronik. Mayoritas produk tadi dijajakan dengan harga murah. Jadi, asalkan bisa memilih dengan cermat, kita bisa memperoleh barang bagus dengan harga hemat.
Transaksi yang dilakukan sepanjang festival ini diprediksi akan meningkat dibanding tahun lalu. Maklum, festival ini diselenggarakan berbarengan dengan "Musim THR".
Dengan cairnya uang THR, tentu orang-orang bakal tertarik "berburu" barang untuk keperluan Lebaran. Penjualan jadi tambah "bergairah", dan hal itu tentu akan membawa berkah untuk para pedagang. Pada tahun ini, para pedagang sepertinya akan melewatkan Lebaran dengan rezeki yang berlimpah.
Pesta diskon demikian sejatinya tak hanya terjadi di FJGS. Di pasar lain pun sedang berlangsung pagelaran serupa. Hanya, produk yang diperdagangkan memang beda dengan lainnya. Produk yang satu ini tidak bisa dipakai atau dimakan.
Biarpun begitu, ia punya nilai yang besar, apalagi kalau disimpan untuk jangka panjang. Ia tak lain dan tak bukan adalah saham alias surat kepemilikan perusahaan.
Sejak awal Mei ini, investor memang sedang "mengobral" sahamnya besar-besaran. Buktinya, selama dua minggu kemarin, IHSG anjlok menyentuh angka 5.800-an.
Penurunan tadi terjadi bukannya tanpa sebab. Ada beberapa sebab yang bikin IHSG loyo. Satu di antaranya adalah soal ketidakpastian politik di tanah air.
Penolakan hasil Pemilu yang dilakukan oleh salah satu kubu dan demostrasi yang berlangsung di Ibukota kemarin sempat membikin "gerah" para investor. Investor jadi waswas terhadap situasi di Indonesia, takut kalau-kalau terjadi sesuatu yang buruk, yang akhirnya berdampak negatif pada perekonomian.
Sentimen lain yang ikut "menggoyang" bursa saham tanah air adalah terjadinya "sindrom" Sale in May and Go Away. "Sindrom" ini memang sering jadi "tradisi tahunan" di berbagai bursa saham, termasuk di Bursa Efek Indonesia. Makanya, pada Bulan Mei, ada banyak investor yang melepas sahamnya untuk merealisasikan keuntungan dan membawa pulang dividen yang sudah didapatnya.
Sentimen berikutnya yang tak kalah menarik perhatian adalah soal perang dagang antara Amerika Serikat-Tiongkok. Kebijakan peningkatan tarif impor dari masing-masing negara telah menyebabkan ekonomi global menjadi limbung. Sejumlah perusahaan terkena imbasnya.