Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Menguak Pribadi, Mencocokkan Profesi

Diperbarui: 5 Agustus 2018   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sampul buku pribadimu, profesimu (sumber: dokumentasi adica)

Menemukan pekerjaan yang pas bukanlah hal yang mudah. Ada sejumlah faktor, yang membikin kita merasa "betah" menekuni sebuah pekerjaan, seperti perlakuan atasan, interaksi teman sekantor, hingga beban kerja. Semua itu memang mempengaruhi tingkat kepuasan bekerja. 

Pekerjaan terasa ideal manakala kita mendapat bos yang murah hati, teman kerja yang saling dukung, dan beban kerja yang sesuai dengan kapasitas diri kita. Kalau semua syarat itu terpenuhi, peluang kita untuk "banting stir" dalam pekerjaan tentu akan kecil.

Namun demikian, ada satu hal yang luput dari perhatian, yaitu kesesuaian antara kepribadian dan profesi yang ditekuni. Ternyata kepribadian juga berpengaruh terhadap tingkat kepuasan terhadap pekerjaan. Setidaknya itulah yang saya baca dalam buku Pribadimu Profesimu, yang ditulis Paul D Tieger, Barbara Barron, dan Kelly Tieger. Di dalam buku ini, saya menemukan sebuah pekerjaan bisa terasa menyiksa kalau pekerjaan itu bertentangan dengan kepribadian kita.

Walaupun baru membaca secara sekilas, saya menilai buku ini punya keunikan. Ia tak hanya membahas profil kepribadian layaknya buku-buku pengembangan diri lain, tetapi juga "menuntun" kita untuk menemukan pekerjaan yang cocok dengan kepribadian kita. 

Di dalamnya kita diminta menyingkap kepribadian sendiri lewat uraian yang detail dan contoh-contoh. Makanya, sewaktu membaca buku ini, kita seolah "bercermin" pada diri sendiri.

Teori kepribadian yang disampaikan dalam buku ini "berpijak" pada teori yang dikembangkan Kethrine Briggs dan Isabelle Briggs Mayer sewaktu keduanya mengembangkan tes Mayer-Briggs Type Indicator (MBTI), yang populer di masyarakat. Makanya, ada sejumlah istilah yang tentunya sudah "akrab" di telinga, seperti introver dan ekstrover.

Sejatinya istilah itu muncul karena Kethrine dan Isabelle terinspirasi oleh teori Carl Jung. Dalam sebuah tulisannya Jung menyebut manusia dibedakan atas yang berkepribadian terbuka (ekstrover) dan yang berkepribadian tertutup (introver). Itulah titik awal proses "pembedahan" kepribadian manusia. Dari situlah, Kethrine dan Isabelle kemudian mengembangkannya lebih jauh.

Oleh karena konsep yang ditawarkan Jung begitu sederhana, Kethrine dan Isabelle menambahkan dimensi lainnya. Secara garis besar, ada empat dimensi yang dikemukakan Kethrine dan Isabelle.

Pertama, dimensi tentang cara kita berinteraksi dengan dunia dan ke mana kita mengarahkan energi. Berdasarkan dimensi itu, manusia dibedakan atas extraversion yang disimbolkan dengan huruf (E) dan introversion (I). Extraversion identik dengan ekstrover, sementara introvesion serupa dengan introver.

Kedua, dimensi tentang jenis informasi yang biasanya kita perhatikan. Berdasarkan dimensi ini, ada orang yang mencerap informasi berdasarkan pancaindera (sensing), yang dilambangkan dengan huruf (S). Biasanya tipe ini bersifat realistis karena ia hanya hidup berdasarkan sesuatu yang bisa dilihat, diraba, dicium, didengar, dan dikecapnya. Namun, ada juga yang mengandalkan intuisi (intuition) yang disimbolkan dengan huruf (N) untuk mencerap informasi. Umumnya, tipe ini punya watak senang mengandalkan visinya.

Ketiga, dimensi tentang cara kita mengambil keputusan. Berdasarkan dimensi ini, orang dibedakan atas tipe pemikiran (thinking) yang dilambangkan dengan huruf (T) dan perasaan (feeling) yang disimbolkankan dengan huruf (F).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline