Seorang teman saya punya "taktik unik" untuk mempertahankan setiap nominal di rekening banknya. Ia sengaja memilih bank yang punya sedikit mesin ATM dan jauh jaraknya dari tempat tinggalnya. Selain itu, ia juga menolak memakai layanan internet banking bank tersebut.
Semua itu dilakukan bukan karena ia punya "pengalaman buruk" sewaktu berurusan dengan pihak bank, melainkan karena ia "sulit" mengendalikan keuangannya. Pasalnya, ia mengaku terlalu mudah membelanjakan semua gaji yang diterimanya.
Hal itu tentunya menjadi masalah tersendiri. Pasalnya, ia berencana menyisihkan sebagian pendapatannya untuk modal menikah. Namun, kalau kondisinya terus terjadi demikian, ia terpaksa "berpikir keras".
Akhirnya, setelah mencoba pelbagai cara, ia menemukan strategi tersebut. Sampai sekarang ia masih memakai strategi demikian karena strategi itu mampu "mengerem" arus keuangannya.
Apa yang dialami oleh kawan saya pasti pernah pula dirasakan oleh orang lain. Maklum saja, dengan tersedianya beragam produk dan mudahnya proses belanja, orang-orang pun menjadi lebih konsumtif. Demikian juga yang saya alami. Kadang, saat saya sedang iseng "berselancar" di situs belanja, dan tiba-tiba saja menemukan produk yang disuka dan didiskon, jemari ini seolah ingin cepat-cepat mentransfer nominal untuk membeli produk tersebut. Wkwkwkwkwkwkwk!
Makanya, wajar saja kalau teman saya punya "strategi eksentrik" demikian. Sebab, kalau situs belanja punya 1.000 "jurus penggoda" agar kita membeli produk mereka, kita juga mesti memiliki 1.001 jurus untuk menangkalnya. Wkwkwkwkwkwkwkwkwkwk.
Satu "jurus" yang sudah saya terapkan sejak dulu untuk "menangkis" rayuan tersebut dan mendongkrak nominal di tabungan saya ialah "Bayarlah diri Anda terlebih dulu". Barangkali jurus tersebut sudah sering disampaikan dan didengar sehingga terkesan "klise". Namun demikian, jurus itu masih relevan. Makanya, saya masih menerapkannya.
Sebetulnya, "jurus" itu menekankan supaya kita memprioritaskan tabungan di antara sekian kebutuhan dan tagihan. Makanya, setelah mendapat gaji, kita wajib menyisihkan sekian persen pendapatan itu untuk ditabung, kemudian baru menghabiskan sisanya untuk hal-hal lain.
Sederhana? Belum tentu. Sebab, dalam praktiknya, ada begitu banyak godaan yang datang merayu kita agar menghabiskannya. Buktinya, pada awalnya, saya sering gagal menerapkannya. Wkwkwkwkwkwk.
Makanya, untuk mewujudkannya, kita harus bisa berkomitmen. Tanpa komitmen, semua upaya kita akan berjalan tersendat, atau bahkan terhenti dalam perjalanan menuju kemapanan finansial.
Namun demikian, komitmen saja ternyata belum cukup. Kita mesti menerapkan strategi lainnya. Satu di antaranya yang sering saya pakai ialah "membatasi" layanan bank. Seperti teman saya, saya sengaja memilih memakai kartu ATM saja, alih-alih mengaktifkan layanan i-banking. Biar pun teller berulang kali menawarkan saya agar menggunakan layanan i-banking untuk mempermudah layanan, saya cuma bisa menggelengkan kepala. Wkwkwkwkwkwkwk.