Sewaktu mendapat "tantangan" dari Kompasiana untuk mengikuti kompetisi flasblogging, saya sempat garuk-garuk kepala. Semua itu terjadi lantaran admin melontarkan sebuah pertanyaan pamungkas yang bikin setiap kompasianer termenung: "apa yang sudah anda berikan untuk Indonesia?"
Walaupun pada awalnya sempat linglung, pikiran saya tiba-tiba saja "terpental" pada hobi lama saya. Sudah sejak lama saya punya hobi berkebun. Hobi itu sebetulnya muncul lantaran saya terserang "demam" urban farming.
Namun demikian, saya ogah mengikuti tren yang sudah ada. Kalau masyarakat umumnya memaknai urban farming sebagai kegiatan memanfaatkan lahan sisa di pekerangan atau lingkungan sekitar dengan menanam pelbagai tanaman sayur dan buah, saya justru ingin memberi nilai tambah.
Saya ingin menjadikan urban farming sebagai sebuah cara untuk memanfaatkan ulang semua barang bekas yang ada di sekitar. Makanya, kemudian saya menelusuri semua barang bekas di sekeliling rumah saya yang bisa dipakai untuk bercocok tanam. Barang bekas pertama yang menjadi incaran saya ialah akuarium pemberian seorang kawan.
Dengan sejumlah pertimbangan, akhirnya saya memutuskan "bereksperimen" dengan akuarium tersebut. Saya pun berpikir keras. Bisakah sebuah akuarium dijadikan wadah untuk berkebun?
Jawabannya ternyata bisa. Semua itu dapat diwujudkan dengan teknik hidroponik, yang saat itu sedang tren. Makanya, kemudian saya mulai take action. Saya menyemai benih selada di rockwool lantaran selada ialah sayuran yang tahan terhadap penyakit dan hama.
Proses penyemaian tersebut menghabiskan waktu selama dua minggu. Setelah siap dipindahkan, saya membersihkan akuarium bekas tersebut, lalu mengisinya dengan larutan campuran A dan B dengan tingkat kepekatan 700 ppm.
Semula saya sempat sanksi bahwa tanaman itu bisa bertahan. Paling-paling tumbuhan itu hanya akan berupaya hidup beberapa hari saja sebelum akhirnya tumbang.
Namun, setelah lewat seminggu ternyata tumbuhan itu bisa berkembang. Sampai sekarang saya masih kagum bahwa hanya dengan bermodalkan akuarium bekas, ternyata kita menumbuhkan sayuran selada!
Barang bekas kedua yang saya jadikan bahan eksperimen adalah kotak kayu dan stereofoam bekas. Di sekitar rumah saya memang terdapat sejumlah kotak kayu bekas telor dan stereofoam yang dibiarkan terbengkalai. Alih-alih didiamkan begitu saja, saya melihat potensi yang tersembunyi di dalamnya. Jadilah saya menjadikannya mini garden.
Pembuatan mini garden tersebut cukup mudah dilakukan. Saya hanya perlu membedah kotak kayu itu, menyusun potongan kayu hingga membentuk suatu bingkai, lalu memakunya agar kokoh. Sebagai alasnya, saya menambahkan tanaman pakcoy dengan media tanah yang dicampur pupuk kandang. Ajaibnya tanaman itu pun tumbuh!
Dari situ sebetulnya kita belajar bahwa barang bekas apapun sebetulnya bisa dimanfaatkan untuk berkebun, asalkan kita punya kreativitas dalam mengolahnya. Barangkali itulah yang bisa saya berikan untuk lingkungan dan tanah air. Biar sampah yang banyak bertumpuk bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif. Biar Indonesia bertambah asri dan lestari.
Dirgahayu Indonesia