Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Ada Apa dengan "O"-nya Kompasiana?

Diperbarui: 24 Februari 2017   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

logo baru kompasiana/ dokumentasi pribadi

Sewaktu saya menghadiri acara peluncuran logo baru Kompasiana pada tanggal 23 Februari kemarin, mata saya terus saja “tertumbuk” pada huruf “o”-nya Kompasiana. Pada logo baru, huruf “o”-nya memang tampak beda sendiri.

Kalau sebelumnya huruf “o” itu berbentuk seperti balon percakapan berwarna putih, kini huruf “o” tersebut berbentuk segi delapan yang didesain seperti lipatan pita dan dipoles warna biru.

Sementara itu, di lubang huruf “o”, terdapat “kotak percakapan”. Jujur sewaktu melihat logo itu pertama kali, saya tidak menyadari adanya “kotak percakapan” di situ. Yang saya lihat justru lubang biasa, sebagaimana huruf “o” pada umumnya.

perubahan desain logo dari waktu ke waktu/ dokumentasi pribadi

Hal itu terjadi mungkin saja karena saya melihatnya dari kejauhan, sehingga melewatkan detailnya. Namun, ketika Pak Iskandar Zulkarnaen menunjukkan letaknya, saya baru “ngeh”. Dalam hati, saya pun bergumam, “O, ya, saya lihat sekarang!”

Perubahan desain huruf “o” itu sebetulnya dilakukan karena Pak Iskandar melihat bahwa huruf “o” yang terdapat pada logo lama mirip dengan bentuk ikon media sosial, seperti whatsapp atau line. Selain itu, bentuk itu juga sudah sangat jamak dipakai. Oleh karena itulah, huruf “o”-nya dibikin seunik mungkin sebagai ciri khas Kompasiana.

Namun, “o” yang itu masih kalah dengan bunyi “o” lainnya sewaktu saya menyimak hasil survei tentang pandangan masyarakat terhadap Kompasiana. Beberapa waktu lalu, tim Kompasiana memang sempat mengadakan survei untuk mengetahui “persepsi publik” tentang Kompasiana, dan hasilnya cukup bikin geger.

“Hanya 2% yang tahu bahwa Kompasiana itu media blog,” kata Pak Iskandar. Maka, kini terkuaklah kalau masyarakat mayoritas menganggap bahwa Kompasiana adalah sebuah portal berita, seperti kompas.com, saudara tuanya, atau portal berita lainnya.

Mengapa bisa terjadi demikian? Barangkali curhatan Kompasianer Andri Mastiyanto dapat memberi sedikit “titik cerah”. Pada saat itu, ia menyampaikan argumen bahwa semua itu terjadi karena “wajah link” Kompasiana yang ditunjukkan sewaktu kita men-share-nya di media sosial, seperti facebook atau twitter, mirip dengan portal berita lainnya.

Anda yang sering share artikel di Kompasiana pasti memahaminya. Sewaktu Anda men-share tulisan di Kompasiana, di time line media sosial Anda, “wajah” apa yang tampak? Tentu wajah Kompasiana.

beginilah tampilan wajah link kompasiana di medsos/ dokumentasi pribadi

Makanya, jangan heran kalau kemudian masyarakat menganggap Kompasiana sebagai portal berita, seperti media mainstream lainnya yang kalau di-share akan menampilkan “wajah” serupa.

Apalagi, pada namanya, terdapat embel-embel Kompas, yang selama ini citranya sudah melekat kuat di benak masyarakat sebagai media yang menyajikan berita aktual dan terpecaya. Makanya, masyarakat umumnya kerap menyamakan Kompasiana dengan Kompas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline