Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

"Bayang-Bayang Gelap" IPO Snap Inc

Diperbarui: 23 Februari 2017   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

perusahaan snap inc. akan melakukan ipo pada bulan maret 2017/ reuter.com

Jelang peluncuran IPO (Initial Public Offering), keraguan masih “menyelimuti” sejumlah investor untuk menanamkan modalnya di Snap Inc. Hal itu terjadi lantaran para investor menilai bahwa aplikasi Snapchat, yang menjadi produk unggulan dari Snap Inc., tak akan mampu bersaing dengan media sosial lainnya, seperti Facebook dan Twitter, yang sudah lebih dulu melantai di bursa saham.

Walaupun perusahaan itu baru-baru ini melaporkan bahwa jumlah pengguna dan pendapatan yang diperoleh pada tahun 2016 mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya, hal itu dinilai belum bisa “mengusir” keraguan para investor. Apalagi, sudah sejak lama, para investor mengkritik bahwa desain aplikasi Snapchat tampak membingungkan sewaktu digunakan.

Namun demikian, aplikasi yang dikembangkan oleh Evan Spiegel, Bobby Murphy, dan Reggie Brown itu masih diminati banyak orang, terutama anak muda. Berdasarkan laporan yang dirilis perusahaan, pada tahun 2016 saja, jumlah penggunanya mencapai 158 juta orang, dan angka itu terus bertambah jelang IPO.

Hal itulah yang kemudian menjadi “modal” bagi Snap Inc. untuk menawarkan sahamnya di New York Stoke Exchange pada awal bulan Maret 2017. Dari situ, perusahaan berharap mendapatkan suntikan dana antara 20 sampai 25 miliyar dollar.

Apa yang dilakukan Snap Inc. dengan melantai di bursa saham sebetulnya adalah impian bagi semua perusahaan berbasis teknologi informasi. Dengan menawarkan sahamnya kepada publik, perusahaan tak hanya akan mengatasi kekurangan modal untuk kegiatan operasional, tetapi juga mampu memperluas bisnis  ke pelbagai belahan dunia.

Oleh sebab itu, IPO seolah menjadi “impian besar” yang ingin diwujudkan perusahaan tersebut. Biarpun harus menjalani prosedur administrasi yang rumit, perusahaan itu berjuang keras supaya bisa masuk ke lantai bursa.

Namun demikian, apakah dengan masuk bursa saham, masalah yang dihadapi perusahaan akan jauh berkurang? Nyatanya tidak. Justru masalah yang didapat bisa bertambah besar seiring berkembangnya perusahaan.

Pepatah mengatakan bahwa semakin tinggi sebuah pohon, semakin kencang pula angin yang menerpanya. Maka, semakin besar ukuran suatu perusahaan, semakin kompleks juga persoalan yang akan dihadapi.

Buktinya, kita dapat bercermin pada sejumlah kasus yang terjadi di perusahaan yang telah lebih dulu masuk bursa saham. Barangkali, salah satu yang “legendaris” adalah kasus “terdepaknya” Steve Jobs dari jajaran direksi perusahaan Apple pada tahun 1985.

Pada saat itu, Jobs berselisih dengan John Scully, CEO yang direkrutnya, tentang perbedaan harga untuk produk baru yang akan diluncurkan. Perselisihan yang awalnya hanya terjadi antara Jobs dan Scully kemudian “merembet” ke dewan direksi lainnya.

Rupanya sudah sejak lama jajaran direksi lainnya tak menyukai sepak terjang jobs dalam perusahaan. Biarpun termasuk salah satu pendiri, oleh dewan direksi lainnya, semua aksinya dianggap berpotensi “membahayakan” kelangsungan perusahaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline