Jika teknologi kecerdasan buatan atau artificial inteligence disebut-sebut akan “bersinar cemerlang” sepanjang tahun 2017, hal sebaliknya justru terjadi pada perkembangan teknologi drone. Teknologi pesawat nirawak tersebut tengah memasuki “masa suram” sebab pada awal tahun ini saja, sudah terjadi penutupan proyek produksi drone, yang dilakukan beberapa perusahaan.
Sebut saja kasus penutupan proyek yang dilakukan Lily Robotics. Lily Robotics dikabarkan berhenti berbisnis drone setelah terkena tuntutan hukum, yang mewajibkannya mengembalikan uang sebesar 34 juta dollar ke pelanggannya.
Semua perkara hukum tersebut berawal ketika perusahaan teknologi itu menawarkan kepada pelanggannya akan memproduksi drone yang dilengkapi teknologi kamera teranyar.
Banyak pelanggan merasa tertarik atas penawaran tersebut, dan Lily Robotics meminta pelanggannya membayar sejumlah uang muka sewaktu memesan drone tersebut. Uang muka yang terkumpul kemudian dijadikan sebagai modal kerja, dan perusahaan itu berjanji akan menyelesaikan proyek tersebut pada bulan Februari 2016.
Namun, sampai batas waktu yang telah ditetapkan tiba, perusahaan itu masih belum juga menyelesaikan kewajibannya. Dalam sebuah blog, co-founder perusahaan yang terletak di San Francisco itu, Antoine Balaresque dan Henry Bradlow beralasan bahwa mereka tidak dapat menemukan lebih banyak pendanaan untuk merilis drone lebih awal.
Akibatnya, proyek senilai jutaan dollar tersebut mangkrak, dan perusahaan terpaksa menutup produksi drone selamanya.
Setali tiga uang, hal yang sama pun terjadi pada proyek drone yang dirintis oleh Google. Hanya bedanya, proyek tersebut bersifat nonkomersial, dan lebih ditujukan untuk khalayak luas.
Pada tahun 2014 silam, Google menghadirkan Titan Aerospace, sebuah drone bertenaga surya yang mampu menebar koneksi internet gratis ke seluruh penjuru dunia. Saat itu, Google berambisi membantu penduduk dunia terhubung dengan internet serta memecahkan berbagai permasalahan yang ada, dengan internet.
Titan pun kemudian masuk ke dalam divisi X pada 2015. Di divisi ini, Titan bergabung dengan proyek drone lain milik Google, yakni Black Rock dan Project Wing, drone untuk mengirimkan barang. Sayangnya, Alphabet (perusahaan induk Google) baru-baru ini mengonfirmasi Project Titan telah distop.
Proyek itu disinyalir menghadapi banyak kendala. Drone Titan pernah mengalami tabrakan beberapa waktu lalu, kemudian ada masalah teknis yang mengganggu proses pengiriman data 5G, hingga anggaran yang minim.
Jika menelisik lebih jauh soal perbandingan Titan dengan Loon, tampaknya Google lebih mempercayakan perangkat balon raksasa ketimbang drone. Dengan terhentinya produksi drone tersebut, tentu timbul sebuah tanda tanya: Apakah tahun ini, industri drone akan mengalami kemunduran?