Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Saat 4 Pemimpin Meminta Maaf kepada Publik

Diperbarui: 11 Oktober 2016   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.orbitdigital.net

Setelah ucapannya menuai kontroversi, akhirnya Basuki Tjahaja Purnama menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di Balai Kota DKI Jakarta. Lewat ujarannya tempo lalu, pria yang biasa disapa Ahok itu dinilai telah melecehkan ajaran agama tertentu. "Saya sampaikan kepada semua umat Islam atau kepada yang merasa tersinggung, saya sampaikan mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan agama Islam atau apa," katanya, seperti dikutip di laman kompas.com. Ia berharap bahwa dengan permohonan maaf itu, polemik yang beredar di masyarakat bisa segera reda.

Ahok tentu bukan satu-satunya pejabat yang bersedia meminta maaf secara langsung kepada masyarakat. Pada bulan Juli lalu, mantan Menteri Perhubungan, Ignatius Jonan, juga mengungkapkan rasa sesalnya pada konfrensi pers. Seperti dikutip di situs tempo.co, ia berujar, "Atas nama seluruh stakeholder (pemangku kepentingan), kami menyampaikan rasa penyesalan serta permintaan maaf atas jatuhnya korban meninggal dunia," Permintaan maaf itu muncul setelah adanya korban jiwa pada kasus kecelakaan dan kemacetan parah di pintu tol “brexit” (Brebes exit) pada masa lebaran.

Selain itu, sejumlah pejabat di negara lain pun berani meminta maaf kepada masyarakat atas perbuatannya yang dinilai kurang pantas. Sebagai contoh, Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-Ocha, memohon maaf setelah ia menunjukkan amarahnya di hadapan publik pada 2 Februari 2016. PM Prayuth, yang saat itu sedang tertekan, terlihat membentak awak media ketika ditanya seputar proposal undang-undang pemilu dan isu peta kekuatan pemilu. Biarpun sesuatu yang manusiawi, tetap saja sikap itu dianggap kurang layak ditunjukkan, apalagi oleh seorang perdana menteri. Akhirnya, dengan bersikap legawa, Prayuth berkenan meminta maaf dan berjanji akan memperbaiki sikapnya.

Sementara itu, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, pun menyampaikan permintaan maaf kepada para Jugun ianfu, terutama yang berasal dari China dan Korea Selatan (Korsel). Persoalan Jugun ianfu sebetulnya bukan tanggung jawab pemerintahan Jepang yang saat ini dipimpinnya. Namun demikian, karena merasa ikut memikul “dosa” pemerintah Jepang masa lalu, dengan penuh kerendahan hati, Abe tetap meminta maaf atas perlakuan buruk terhadap para Jugun ianfu pada masa Perang Dunia II.

Apapun kasusnya, permintaan maaf yang disampaikan oleh para pejabat publik itu sudah sepatutnya dilakukan. Hal itu tak hanya menunjukkan etika, tetapi sikap pemimpin yang patut ditiru. Seperti seruan vokalis Cadil dalam larik lagunya, pada dasarnya, pemimpin juga manusia, yang bisa saja melakukan kesalahan dalam mengemban amanah rakyat.

Permintaan maaf memang tak akan mengubah peristiwa yang sudah berlalu, tetapi membuka kesempatan untuk penyembuhan. Dalam artikel terdahulu saya sempat menyinggung bahwa kita susah menghapus pengalaman pahit yang timbul akibat kesalahan orang lain. Pengalaman itu akan tersimpan di dalam kesadaran kita, dan sewaktu-waktu bisa terkuak ketika kita terkenang kembali. Perasaan yang muncul mungkin saja terasa kurang nyaman sewaktu kita teringat pengalaman getir itu.

Namun demikian, kita hanya harus memilih apakah akan terus terusik oleh perasaan itu atau tidak. Ketika kita mengizinkan rasa sakit itu pergi, alam akan bekerja menyembuhkan luka emosi yang dialami. Sebaliknya, luka itu akan bertambah parah ketika kita berusaha memendamnya saja. Alih-alih menjadi kering, luka yang terus terbuka itu akan mengganggu kebahagiaan hidup kita.

Menulis ekspresif dapat menjadi salah satu teknik untuk menyembuhkan luka batin. Dalam menulis ekspresif, kita menuangkan semua pengalaman buruk dalam bentuk tulisan. Daniel Goleman, dalam buku Kecerdasan Emosional, melaporkan hasil penelitian bahwa teknik itu efektif mengatasi trauma. Goleman menjelaskan kalau mahasiswa yang menjadi sampel penelitian itu mengaku merasa jauh lebih lega sewaktu menerapkannya. Plong. Mungkin itu kata sederhana yang dapat menggambarkan perasaan para mahasiswa itu seusai menumpahkan emosi terpendam.

Apakah berat atau ringan, setiap orang tentunya pernah membikin kesalahan. Itu adalah sesuatu yang manusiawi. Kesalahan yang sudah dibuat harus menjadi bahan introspeksi diri. Sementara itu, kesediaan dalam meminta maaf atas kesalahan itu merupakan sikap yang patut dilakukan. Permintaan maaf itu memang tidak akan mengubah masa lalu. Yang sudah lalu biarlah berlalu selamanya. Namun, dengan permintaan maaf, kita telah membuka babak baru bagi penyembuhan.

Salam.

Referensi:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline