“Sangat mahal” dan “penuh risiko” adalah dua frasa yang terlintas dalam pikiran saya sewaktu menelusuri topik seputar investasi di sektor hulu migas. Betapa tidak! Pada tahun 2013 saja, untuk memulai tahap Eksplorasi, kita harus menggelontorkan modal sebesar 1.242 juta USD! Namun demikian, kita tentu jangan berkecil hati lantaran hasil potensial yang akan diperoleh juga terbilang besar sesuai dengan tingkat investasi yang dikerahkan.
Hal itu tentunya beralasan karena minyak bumi dan gas alam (migas) adalah kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Migas menjadi bahan bakar yang menggerakkan poros roda perekonomian. Oleh karena itu, apabila terjadi kelangkaan BBM dan gas, hal itu tentu berdampak luas di masyarakat, seperti naiknya tingkat inflasi pada harga-harga kebutuhan pokok, terhentinya produksi sejumlah industri, tersendatnya operasional transportasi, dan terganggunya kegiatan rumah tangga.
Kelangkaan itu bisa saja terjadi lantaran kilang minyak yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia sudah memasuki “masa pensiun”. Walaupun masih produktif, kilang-kilang tersebut hanya memiliki cadangan migas, yang jumlahnya sangat terbatas. Oleh sebab itu, kalau hanya mengandalkan persediaan migas yang ada saat ini, kita akan mengalami krisis energi beberapa dekade yang akan datang.
Krisis itu dapat terjadi karena migas tergolong sebagai bahan bakar tak-terbarukan. Migas akan habis dalam sekali pakai dan tak bisa didaur ulang kembali. Sementara itu, untuk menciptakannya lagi, kita harus menunggu selama jutaan tahun.
Sebagaimana diketahui, migas berasal dari sisa jasad organisme purbakala. Sewaktu organisme itu mengalami kematian, jasadnya mengendap di permukaan bumi. Peristiwa itu mirip dengan proses pengendapan kerang di pantai. Ketika bermain di bibir pantai, biasanya kita akan menemukan banyak kerang yang terkubur pasir. Semua itu terjadi setelah lidah ombak menyapu tepi pantai, dan sapuan itu turut mengubur kerang ke dalam pasir sedikit demi sedikit. Peristiwa itulah yang terjadi pula pada jutaan jasad organisme itu.
Kemudian, setelah bertahun-tahun, lapisan tanah yang mengubur jasad organisme itu menjadi semakin tebal. Akibat tekanan dan perubahan temperatur, jasad tersebut selanjutnya berubah menjadi senyawa hidrokarbon secara alami. Senyawa hidrokarbon itulah yang menjadi cikal-bakal migas yang kita manfaatkan saat ini. Oleh sebab itu, setelah kita mengetahui betapa lamanya proses terbentuknya migas, upaya penghematan perlu dilakukan agar terhindar dari kelangkaan dan krisis energi pada masa depan.
Namun demikian, kita melakukan perburuan secara terukur dan terstruktur. Pada tahap awal, kita melakukan Studi Geologi dan Studi Geofisika. Studi Geologi bertujuan mengobservasi lapisan tanah di wilayah tertentu, sementaran Studi Geofisika bertujuan memahami sifat bebatuan yang terpendam di lapisan tanah tersebut. Kedua studi itu dapat berlangsung antara 6 bulan sampai 1,5 tahun.
Setelah melakukan pemetaan terhadap lapisan tanah, yang diduga berpotensi menyimpan cadangan migas, selanjutnya kita melakukan Survei Seismik. Seperti sebuah radar, Survei Seismik dilakukan dengan “menembakkan” sinyal ke permukaan tanah. Hasil dari survei tersebut kemudian diolah dengan menggunakan program komputer. Survei tersebut bisa menghabiskan waktu 1-4 tahun.
Apabila hasilnya positif terdapat cadangan migas, Pengeboran pun dilakukan. Pada tahap Eksplorasi, Pengeboran adalah tahap terpenting dan termahal. Pengeboran bertujuan mengecek “kebenaran” hasil survei seismik yang dilakukan sebelumnya. Pengeboran bisa berlangsung 1-4 bulan. Semakin dalam lapisan yang dibor, biaya yang dikeluarkan pun semakin banyak. Apakah Pengeboran tersebut selalu berhasil menemukan cadangan minyak? Ternyata tidak! Pengeboran mengalami kegagalan ketika hanya menemukan endapan lumpur, yang dianggap sebagai kantong migas.
Namun demikian, jika sukses menemukan kantong migas, kita perlu melakukan tahap Penilaian. Penilaian itu bertujuan mengukur tingkat biaya yang diinvestasikan pada sumur minyak tersebut. Apabila cadangan migas yang didapat ternyata sedikit, sementara uang yang sudah dikucurkan jumlahnya triliyunan, bisa-bisa kontraktor mengalami kerugian. Oleh sebab itu, perhitungan “untung-rugi” secara matematis harus dilakukan secermat mungkin.