Nurlela terlihat cekatan mengaduk cairan gula aren, yang mendidih di atas kuali hitam. Dengan perapian yang bersumber dari kayu bakar, di dalam kuali, cairan gula aren yang berwarna hijau kehitaman itu mengeluarkan gelembung uap.
Tentunya sudah dapat dibayangkan betapa panasnya sewaktu kita membikin gula aren dengan cara seperti itu. Namun, Nurlela menghalau uap panas itu dan terus bekerja di dapur belakang rumah kakek-neneknya.
Setelah jadi, ia pun membantu kakek-neneknya berjualan gula aren. “Sehari bisa dapat 50.000 rupiah,” tuturnya sewaktu wartawan bertanya soal hasil berjualan gula aren.
Itu adalah kegiatan yang rutin dijalankan Nurlela setelah ia mengalami putus sekolah. Keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi terbentur oleh persoalan biaya. Akhirnya gadis cilik yang berdomisili di Polewali Mandar, Sulawesi Barat itu pun harus bekerja membantu kakek-neneknya sebagai penjual gula aren.
Dengan cekatan ia memunguti butiran-butiran cengkeh. Satu demi satu butiran cengkeh yang tersebar di antara rumput dipungut. Kemudian, ia pun menyimpannya di kantong yang sudah disiapkan. Setelah terkumpul satu-dua kilo cengkeh, ia harus membawa cengkeh-cengkeh itu ke pengepul. Dari kegiatan itu ia mendapat upah 30.000 rupiah perkilo.
Seperti Nurlela, ia pun terpaksa melewatkan kesempatan untuk mengeyam pendidikan akibat keterbatasan biaya. Ia mengalami putus sekolah lantaran keluarganya “angkat tangan” menanggung biaya pendidikannya. Jadi, saat teman-temannya tengah belajar di kelas, ia pun harus bekerja supaya dapur keluarganya tetap mengepul.
Sumber Kekuatan Anak Bangsa
Padahal, pendidikan sebetulnya adalah sumber kekuatan anak bangsa. Sudah banyak orang-orang sukses berkat pendidikan yang berkualitas. Salah satunya adalah Ken Kawan Soetanto.