Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Gandrung Pokemon Go & Kesehatan Mental Remaja

Diperbarui: 15 Juli 2016   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.kaltim.tribunnews.com

Sudah seminggu ini game Pokemon Go menjadi pembicaraan hangat di media sosial. Pokemon Go adalah sebuah game keluaran Nintendo, yang sudah dirilis di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Australia. Sejak diperkenalkan ke masyarakat, game reality tersebut segera menarik perhatian lantaran menawarkan konsep permainan yang unik.

Untuk memainkannya, kita harus berkeliling ke luar ruangan mencari pokemon yang berada di sudut ruang tersebut. Dengan terhubung oleh GPS, kita dapat mendeteksi keberadaan monster virtual tersebut, dan melihat sosoknya di handphone. Setelah bertemu dengan monster tersebut, kita harus mengalahkan dan mengurungnya di dalam bola.

Banyak remaja di Amerika Serikat yang gandrung memainkan game tersebut. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam berburu monster di berbagai tempat, seperti taman kota, jalanan, atau jembatan.

Saking seringnya para remaja memainkan game tersebut, popularitas game tersebut melejit dalam waktu singkat. Bahkan kini game tersebut bersaing dengan twitter dan snapchat, sebagai aplikasi yang sering digunakan.

Seperti game pokemon tersebut, kehidupan remaja memang selalu saja menarik. Selalu saja terdapat kisah unik yang menjadi bahan pembicaraan. Cerita tersebut tentunya beragam. Ada yang manis. Ada pula yang pahit.

Namun, kita lebih sering membicarakan kisah pahit dalam kehidupan remaja. Berita-berita yang disiarkan media masa, seperti televisi, koran, dan situs berita, kerap mengangkat cerita tersebut.

Tiga Persoalan Remaja

Remaja memang mempunyai persoalannya sendiri. Dengan mengutip hasil penelitian Spear pada tahun 2000, dalam buku Psikologi edisi 9, Carole Wade dan Carol Tavris menyebutkan tiga persoalan yang cenderung muncul pada masa remaja. Apa sajakah ketiga persoalan tersebut?

Pertama, terjadi konflik dengan orangtua. Berdasarkan pengalaman, pada usia 10-18 tahun, tentunya kita pernah mempunyai masalah besar dengan orangtua. Masalah tersebut berawal dari perbedaan pandangan antara diri kita dan orangtua.

Sebagai contoh, kita mungkin pernah dilarang pergi ke sebuah pesta ulang tahun teman oleh orangtua kita. Alasannya sederhana, bahkan cenderung klise: takut pergaulan bebas. Padahal, kita betul-betul ingin menghadiri acara tersebut.

Pada saat itu terjadilah sebuah konflik antara kita dan orangtua. Kalau kedua pihak sama-sama ngotot, konflik tersebut akan menjadi runcing, sehingga berpotensi menyakiti perasaan kedua belah pihak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline