Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Supaya Anak Mood ke Sekolah

Diperbarui: 19 Juli 2016   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.bytesizedtheology.com

Di Afrika Barat terdapat sebuah istilah yang unik, yaitu brain fag. Brain fag adalah sebuah ungkapan yang menggambarkan tekanan yang dialami siswa sewaktu belajar di sekolah. Walaupun istilah brain fag hanya dipergunakan di Afrika Barat, gejala serupa tampaknya terdapat pula pada negara-negara lainnya.

Hampir semua siswa di pelbagai negara pernah mengalami gejala brain fag. Gejala tersebut tentunya muncul lantaran banyak faktor, seperti tugas sekolah yang menumpuk, kemampuan belajar yang rendah, nilai yang buruk, tekanan dari pihak orangtua, dan standard tinggi yang ditetapkan pihak sekolah.

Hal yang sama juga terjadi pada siswa sekolah di Indonesia. Berdasarkan pengamatan, siswa sekolah, terutama di kota-kota besar, lebih rentan terkena stres seperti kasus di atas. Semua itu terjadi lantaran beban berat yang harus diemban siswa tersebut.

Apalagi sekarang Tahun Ajaran 2016/2017 sudah kembali menggunakan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang dulu sempat dihentikan pelaksanaannya lantaran instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kini diterapkan untuk siswa kelas satu pada semua jenjang. Ke depannya secara bertahap kurikulum tersebut akan dilaksanakan untuk setiap level pendidikan.

Sebagaimana diketahui, Kurikulum 2013 berbeda dengan Kurikulum KTSP. Selain terdapat perubahan mata pelajaran, kurikulum tersebut juga lebih padat jam pelajarannya daripada Kurikulum KTSP. Belum lagi ekstrakurikuler seperti pramuka menjadi kegiatan wajib yang harus diikuti siswa. Hal itu tentunya membuat waktu yang dihabiskan siswa di sekolah menjadi lebih panjang.

Kalau tidak pintar-pintar mengelola waktu, siswa tentu akan mengalami stres. Stres tersebut akan menimbulkan dampak negatif terhadap proses belajar. Dalam buku Brain Rules, John Medina menerangkan bahwa stres yang berlarut-larut dapat menurunkan performa seseorang.


Siswa yang terserang stres kurang mampu berpikir jernih, kurang tanggap terhadap pelajaran, dan kurang terampil mengendalikan dirinya. Kalau semua itu terus terjadi, mood siswa untuk belajar di sekolah akan terkikis, dan akhirnya siswa enggan belajar karena mempersepsikan bahwa sekolah adalah tempat yang penuh dengan tekanan.

Meningkatkan Mood

Untuk mengatasi hal tersebut, tentunya siswa perlu belajar teknik meningkatkan moodnya. Namun, sebelum kita masuk pada teknik tersebut, kita perlu mengenal karakteristik mood. Sebagaimana diketahui, mood mempunyai ciri dapat membangkitkan perasaan positif, seperti kegembiraan dan semangat.

Mood adalah pemompa performa. Seseorang yang moodnya sedang baik tentu dapat menyelesaikan semua tugas dengan maksimal. Sebaliknya, seseorang yang moodnya sedang jelek biasanya menunjukkan penurunan kinerja. Oleh sebab itu, mood menjadi salah satu faktor yang menentukan bagus-tidaknya kinerja seseorang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline