Dalam sebuah ciutan di akun twitter miliknya, Goenawan Mohammad pernah menulis, “Semoga kemarahan kami tak sampai menelan kami dan tak menjadikan kami orang-orang yang membenci. Amin.”
Sebagaimana kutipan tulisan tersebut, kemarahan sebetulnya adalah salah satu emosi yang manusiawi. Kita semua pernah mengalaminya. Kita semua pernah merasakannya.
Hanya saja tingkat emosi itu berbeda-beda untuk setiap orang, bergantung situasi dan temperamen orang tersebut.
Berdasarkan pengalaman, tentunya kita pernah menjumpai orang yang tetap tenang saat mengalami situasi yang memanas sekali pun.
Orang tersebut dapat mengelola emosinya sedemikian rupa sehingga tidak larut dalam konflik.
Daniel Goleman, penulis buku Kecerdasan Emosional, menyebutnya sebagai orang yang mempunyai kecakapan emosi yang baik.
Sebaliknya, kita pun pernah melihat orang yang mudah sekali tersulut amarah hanya karena persoalan sepele.
Dengan mudah, ia dapat menyerang seseorang dengan kekerasan atau kata-kata kasar, karena merasa sangat tersinggung oleh perkataan atau perbuatan orang lain.
Ia tidak terampil mengendalikan emosinya sehingga luapan emosi yang berlebihan itu tak hanya merusak dirinya, tetapi juga orang-orang di sekitarnya.
Walaupun tergolong emosi yang wajar, apabila seseorang tidak terampil mengelola kemarahannya, emosi tersebut dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan.
Sebagai contoh, banyak kasus perceraian awalnya bersumber dari kemarahan. Suami-istri tidak mampu menjaga emosinya sehingga menyebabkan pertengkaran hebat sepanjang usia pernikahan.