Oleh: Adib Hidayat
Jakarta - Ada peristiwa menarik saat berlangsung konser Linkin Park di Jakarta pada 21 September 2011 lalu. Dua orang pria dengan kostum sederhana menghampiri booth Rolling Stone Indonesia di Gelora Bung Karno, Senayan. Pria pertama memakai baju batik dan berkaca mata. Pria kedua memakai kaos hitam bertuliskan Napalm Death ditutup dengan jaket berwarna merah. Pria dengan kaos Napalm Death tersebut bernama Joko Widodo. Seorang lelaki berbadan tinggi-kurus yang di Solo dan sekitarnya akrab disapa Jokowi. Ya, dia adalah Jokowi, Walikota Solo yang beberapa hari sebelumnya dengan kaos Lamb of God berbaur dengan para metalhead di arena Rock In Solo menyaksikan band-band metal tampil di kota Solo. "Aku suka dengan penampilan Death Angel dan Kataklysm di Rock In Solo," katanya menyebut headliner acara Rock In Solo. Sebuah ucapan yang yang tidak biasa, karena ini keluar dari mulut seorang walikota. Seorang pejabat pemerintah yang rasanya "jauh" dari musik seperti Death Angel. Salah satu pahlawan thrash metal yang masih bertahan hingga kini. Jokowi lantas bertanya kepada saya kemungkinan membawa Lamb of God dan Metallica. Dua nama di wilayah metal yang banyak disukai penggemar. Apalagi nama Metallica. Supergrup metal yang memiliki jutaaan penggemar di muka bumi ini. "Piro ya mbawa Metallica nang Solo?" katanya dengan bahasa Jawa (Berapa biaya mendatangkan Metallica ke Solo?). Beberapa hari sebelumnya lewat akun Twitter miliknya, dia juga bertanya kemungkinan mendatangkan Lamb of God dan Metallica ke Solo. Tentunya ini mendapat respon luar biasa dari follower Jokowi. Jokowi sosok yang istimewa. Jokowi meraih lebih dari 90 persen suara dalam pemilihan kepala daerah di Solo tahun 2010 bahkan tanpa kampanye. Sebagai seorang incumbent, ia konsisten bersikap independen. Tanpa repot dengan urusan protokol pejabat yang penuh administrasi dia melenggang dengan santai dan tanpa pengawalan. Seperti meyaksikan Rock In Solo dan ikut mengantri bersama yang lain saat menyaksikan penampilan Linkin Park di Gelora Bung Karno. Tanpa satupun teman dan pengawal, Jokowi melenggang masuk mengantri dengan yang lain. Sosok pejabat langka yang yang mau berbaur dengan rakyatnya tanpa harus menjual citra diri yang usang dan mudah ditebak. Kita tahu berapa sering kita melihat pajabat yang kemana-mana dengan dayang-dayang yang berjumlah lebih dari satu. Tentu ada juga pejabat yang merakyat dan bersikap seperti Jokowi. Namun sangat susah kita bisa menemukannya. Bahkan saat seorang pejabat lain menyebut dirinya "bodoh" dia malah menjawab dengan legowo. "Ya saya memang bodoh," katanya santai. Jokowi adalah Solo hari ini. Ketika bangsa ini rindu sosok pemimpin yang dicintai rakyat, dia adalah cetak biru yang layak menjadi teladan. Di edisi April 2011 kami [Rolling Stone Indonesia, lewat tulisan Candra Malik] pernah menurunkan wawancara dengan Jokowi. Jokowi memang pribadi yang menarik. Dia suka duduk di deretan belakang bersama warga di acara pergelaran musik keroncong atau wayang kulit. Ngobrol dengan mereka hingga lewat tengah malam. Namun Jokowi ternyata sangat menyukai musik rock dan metal. "Saya suka yang cadas. Rock. Metal. Membuat saya tergugah dan sangat bersemangat untuk berkarya. Spirit rock dan metal adalah kebebasan. Saya merasa mendapatkan energi itu dari mendengar musiknya dan membiarkan rambut tumbuh panjang (saat muda). Saat ini pun, saya membebaskan rambut anak-anak kami untuk gondrong, meski mereka harus merapikannya. Apa kata orang kalau anak-anak walikota berambut acak-acakan? Hahaha," ujarnya. Sebelum kami berpisah dan melenggang masuk untuk menyaksikan Chester Bennington dan teman-teman beraksi di Gelora Bung Karno, beliau menepuk pundak saya dan berkata. "Ayo gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia dibawa ke Solo. Akan kami sambut dengan tangan terbuka," ujarnya dengan nada serius. Andai saja semua pemimpin negeri ini bisa seperti Jokowi ...Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H