LUAR biasa hebatnya Belanda dan China. Bayangkan, begitu jauh beribu-ribu kilometer kampungnya dari negeri kita ini namun kehebatan mereka itu luar biasa. Buktinya, perkampungan Manggani yang berlokasi di pedalaman hutan belantara Sumatra mudah saja bagi warga Belanda dan China untuk menjangkaunya.
Semasa negeri ini masih dijajah Belanda, Manggani pun sudah masuk dalam garapannya. Konon, luar biasa banyak emas Manggani yang jadi salah satu sumber keuangan penjajah tersebut. Untuk memudahkan mengangkut emas itu, dibangunlah transportasi kereta api ke utara Limapuluh Kota. Stasiun terakhirnya di Limbanang, 19 kilometer arah utara Kota Payakumbuh.
Belanda, si penjajah itu memang hebat. Ditambangnya emas Manggani, dibangunnya jalan dan kereta api. Tapi, putra terbaik negeri ini pun banyak yang cerdik. Belanda bertekuk lutut, menyerah. Walau Jepang datang, tapi mampu dihalau. Indonesia merdeka.
Lucunya, Manggani yang kaya emas nasibnya kini lain. Walau sudah merdeka, emas Manggani jadi 'kawasan liar', tidak bertuan secara resmi. Semenjak Belanda pergi, kawasan Manggani jadi 'areal kucing-kucingan'. Ada yang menyebut hutan lindung dan beragam sebutan. Sewaktu-waktu heboh. Tenang beberapa saat kemudian muncul lagi. Ada yang menambang liar, ditertibkan. Berhenti lagi. Bermacamlah aturan, larangan, hambatan.
Belanda yang menjajah negeri ini sekitar 350 tahun luar biasa menguras negeri ini. Mereka sampai sekarang kaya raya. Salah satu modal kayanya itu adalah dari menguras tanah Indonesia. Kenapa negeri ini tidak melanjutkan usaha yang dirintis Belanda itu? Kenapa program tambang mas Manggani tidak dilanjutkan oleh anak negeri pribumi ini? Inilah sebenarnya problema kita.
Ada kecenderungan kita sekarang di era merdeka ini menyerahkan ke investor asing. Nyatanya, itulah yang subur sekarang. Mulai dari sawit, laut, minyak, emas, tembaga, udara, dan seterusnya.
Selagi sistem negeri ini tidak memaksimalkan anak negeri jadi raja di negeri sendiri, maka selama itu pulalah nasib kita 'tidak beralih lenggang dari ketiak'. Kita tetap saja jadi tangan di bawah. Menampung lebih banyak.
Indonesia kaya, kata orang. 'Tongkat dilemparkan bisa tumbuh'. Nyatanya, penerima zakat masih luar biasa banyaknya di negeri ini.
Kembali ke Manggani, kawasan emas. Sungguh lucu. Anak muda Cina berjibaku di sana. Kita heboh setelah mereka pergi. Luar biasa lucunya. Kita menyebut sulit dan payah menjangkau tambang Manggani itu, tapi kok warga Cina itu mudah menjangkaunya. Begitulah yang terjadi dan menimbulkan kehebohan yang terjadi sejak beberapa hari terakhir ini di Sumbar, khususnya di Kabupaten Limapuluh Kota.
Tak pantas kita berlepas tangan. Tak pantas ada yang kecolongan. Baiknya, mari kita mengoreksi diri. Kalau Manggani kawasan hutan lindung, siapa menjaganya? Kalau Manggani masuk Limapuluh Kota ataupun Pasaman, siapa aparat pemerintahannya. Ada Walijorong, Walinagari, dan seterusnya. Masuk rimba raya pasti melalui perkampungan. Kok tak ada yang merasa ganjil ketika orang asing masuk kampung ? Kita sebenarnya kecolongan, memalukan, begitulah nasib kita. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H