PERTOKOAN milik pribadi yang menjual beragam kebutuhan warga sudah ratusan jumlahnya di kawasan utara Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Mulai dari kawasan Lampasi sampai ke Kototinggi. Begitu juga antara Simalanggang sampai Kotokociak.
Di balik majunya beragam usaha yang dimotori warga setempat, namun Pasar Limbanang yang menjadi pusat bisnis di utara Limapuluh Kota justru tidak menggambarkan kemajuan ekonomi kawasan setempat.
Areal pasar tradisional yang memiliki luas sekitar satu hektare itu terbilang minim perubahannya. Jika di sepanjang Jalan Tan Malaka, tepatnya di bagian depan areal Pasar Serikat Limbanang itu dibangun pertokoan modern, termasuk Wisma Syariah, munkin akan sangat 'tercelak' pusat bisnis di kawasan utara Limapuluh Kota tersebut.
Bagi warga yang siang malam menyaksikan pasar serikat tradisionil itu, suasananya bisa jadi sudah jadi yang lumrah. Namun, pendatang yang sekali-sekali 'manogok' ke kawasan 'mudiak', sungguh 'tarangah' menyaksikan keadaan terkini Pasar Limbanang itu.
Sebenarnya tidak ada alasan Pasar Limbanang jadi pasar tertinggal. Walau milik berserikat sejumlah nagari, seperti Limbanang, Sungairimbang, dan Banjalaweh, namun untuk kemajuan yang penting adalah kemauan bersama.
Wacana membangun pertokoan modern di areal Pasar Limbanang sudah saatnya jadi pemikiran bagi pemuka masyarakat berserikat tersebut. Dan sudah saatnya pemikiran 'terkotak-kotak' ibarat katak di bawah tempurung ditinggalkan.
Limbanang harus maju. Kesepakatan untuk maju itu sangat pantas mengilhami secara positif warga nagari berserikat pemilik pasar tersebut. Bahkan dikabarkan sudah ada investor yang ingin membangun pertokoan modern tersebut. Sangat disayangkan, dengan alasan pasar serikat, sulit dicari kesepakatan untuk memper-moderen Limbanang dalam arti yang menggembirakan.
Begitu sulitnya menerobos pemikiran yang dibalut wadah berserikat dan tampaknya keadaan terkini Limbanang sedang dilanda kevakuman berfikir untuk tahapan masa depan yang lebih baik. Bahkan, pasar ini sekarang tidak lagi dikelola oleh kelompok nagari berserikat.
Sangat diharapkan seluruh pasar yang sifatnya berserikat, tampil ke depan di era modern sekarang. Bahkan, sekarang ada anggaran dana nagari dari pemerintah. Bisakah dana nagari itu dijadikan modal awal untuk membangun perrtokoan modern tersebut? Nantinya bisa saja pasar itu dikelola oleh melalui Badan Usaha Milik Nagari (BUM-Nag) berdasarkan kesepakatan tiga nagari berserikat. Disinilah perlunya pemikiran maju untuk Limbanang lebih baik.
Kalau dana BUM-Nag bisa digunakan, syukur alhamdulillah. Atau kalau tidak, bisa dicari beragam alternatif. Bahkan, putra terbaik Limbanang terbilang banyak yang berkiprah di gelanggang nasional. Silahkan berdayakan mereka.
Limbanang berkemajuan dalam bisnis modern sudah saatnya berada di depan mata. Kejumudan berfikir sudah pantas ditinggalkan. Tokoh nagari bersama tiga walinagari pemilik pasar sudah saatnya duduk melingkari meja bundar membahas kemajuan bisnis kerakyatan dengan topik 'membangun pertokoan modern'.