Lihat ke Halaman Asli

Adi Bermasa

TERVERIFIKASI

mengamati dan mencermati

Seriuslah Membangun Negeri

Diperbarui: 24 November 2017   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski walinagari (kepala desa adat di Sumatera Barat) bukan ASN/PNS, tapi jabatannya bergengsi. Tidak mudah meraih predikat walinagari karena yang bersangkutan dipilih rakyat melalui pemilihan umum (pilwana). Siapa meraih suara terbanyak maka resmi menerima 'beban amanah' memimpin warganya sesuai dengan aturan resmi.

Dulu, walinagari dipanggil 'Angku Palo'. Tokoh yang dituakan, dihargai, dan disegani. Sekarang populer dengan sebutan walinagari.

Semasa pemerintahan orde baru, peran walinagari cukup membanggakan juga. Untuk membangkitkan swadaya warganya, peran Pak Wali sangat menonjol. Kalau tidak ada air, 'sauaklah' sendiri. Kalau rusak jalan, bergotogroyonglah. Kalau butuh dana untuk pembangunan, musyawarahlah dulu dengan tokoh masyarakat bagaimana cara mengumpulkan uang. Memang luar biasa ketokohan walinagari dan wibawanya di masa dulu.

Bahkan, melintas saja walinagari di tengah kerumunan anak- anak di era awal kemerdekaan, ucapan 'Merdeka!' selalu diterima Pak Wali yang jadi kebanggaan rakyat banyak tersebut.

Kini, dunia semakin modern. Termasuk juga cara kerja walinagari. Untuk membangun daerah, walinagari digelontori uang dalam nilai fantastis ole pemerintah pusat. Beragam proyek untuk nagari mengalir deras. Jalan di nagari banyak yang sudah bagus. Fasilitas pendidikan, keagamaan, dengan bangunan yang bagus muncul di nagari- nagari. Rumah penduduk rata-rata sudah membanggakan. Lalu lalang kendaraan anak nagari hilir-mudik di kampung sungguh ramai. 'Padi manjadi, jaguang maupiah', begitulah ibaratnya keadaan nagari rata-rata sekarang di Sumatra Barat.

Namun, di balik kehebatan nagari sekarang, ternyata ada problema 'gunung es' yang sedang melanda pemerintahan garda depan itu, berupa 'kelambanan kerja'. Hal itu mengemuka dalam rapat koordinasi Pemprov Sumbar sebagaimana yang dikemukakan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Syafrizal, seperti diberitakan KORAN PADANG terbitan Kamis (23/11).

Masih banyak dana desa tahap ll yang belum ditransfer ke kas nagari. Tercatat, ada 293 nagari yang belum menerima. Sebabnya pertanggungjawaban keuangan tahap pertama belum ada kejelasan juga. Sehingga, dana tahap ll sebesar Rp101 miliar masih mengendap. Entah kapan disalurkan, sementara waktu pelaksanaan kerja tahun 2017 sudah sangat kasip.

Sebenarnya, beragam pengarahan dan gagasan untuk mengatasi kendala serta problema yang menyungkup pemerintahan nagari sudah sering dilontarkan. Bahkan, Gubernur Irwan Prayitno dalam setiap tampil bicara di hadapan walinagari sudah sangat 'nyinyir' menyampaikan beragam masukan untuk suksesnya pemerintahan di tingkat bawah tersebut. Sayangnya, pemerintahan di tingkat kota, kabupaten, terlebih lagi pihak kecamatan, seperti belum begitu serius mengarahkan, menyukseskan, dan mengevaluasi kerja aparat kenagarian secara berkala. Buktinya, Rp101 miliar dana pembangunan nagari dari presiden masih belum termanfaatkan. Memprihatinkan.

Tidak diharapkan ada yang berlepas tangan dengan problema pembangunan di tingkat nagari. Kegagalan nagari adalah kegagalan bersama. Meski berkaitan dengan uang, namun mengabdi secara sukarela tampaknya sudah sulit pelaksanaannya zaman sekarang. Namun, dalam mendukung pembangunan di nagari, siapapun tidak boleh berlepas tangan. Pihak walinagari jangan bertingkah egois dalam menerima masukan, dari siapapun datangnya. Terimalah dengan terbuka demi suksesnya pemerintahan untuk kesejahteraaan rakyat. *




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline