Lihat ke Halaman Asli

Adi Bermasa

TERVERIFIKASI

mengamati dan mencermati

Pilkada 2018 di Sumbar: Usungan Mayoritas Parpol Belum Tentu Otomatis Menang

Diperbarui: 17 Juli 2017   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidakada jaminan, calon kepala daerah yang didukung mayoritas partai politik otomatis langsung terpilih jadi pemenang. Buktinya sudah 'bergelanggang mata orang banyak'.

Masyarakat di suatu daerah, kota, kabupaten, maupun provinsi yang mayoritas pendukung atau simpatisan parpol tertentu, sebaiknya tidak serta merta optimis unggulannya akan jadi pemenang dalam pemilihan kepala daerah. Bola itu bundar. Tidak usah takabur, apalagi di Sumatra Barat.

Tidak perlu sebut nama daerahnya, rata-rata yang muncul jadi pemenang dalam kompetisi kepala daerah kebanyakan tokoh yang diusung bukan oleh banyak partai politik. Melainkan diusung minoritas partai politik. Bahkan, maju dari jalur perseorangan atau independen. Yang jadi pengecualian mungkin Mentawai. Sejak dulunya, kepala daerah yang menang pilkada adalah tokoh yang diusung parpol yang didukung oleh mayoritas warga kita di sana.

Pada pilkada serentak 2018 nanti, diperkriakan akan banyak bakal calon yang muncul. Ada empat kota yang akan menggelar pilkada serentak tahun depan, yaitu Kota Padang, Padangpanjang, Pariaman, dan Sawahlunto. Dalam hal ini, rakyat tentu sudah punya telaahan yang jitu. Rakyat di Sumbar kini tidak mau lagi 'diota' untuk diarahkan memilih tokoh tertentu. Mereka sudah cerdas. Sudah dewasa dalam menjatuhkan pilihan.

Tokoh yang punya ambisi (terlalu) besar ingin jadi orang nomor satu dengan memperlihatkan beragam kelihaian dan banyaknya modal yang dimiliki, rata-rata (meski tidak semua) justru gagal mencapai impiannya itu karena mengikuti naluri ambisius yang bermuara pada kejatuhan.

Lebih memprihatinkan lagi kalau 'tokoh' itu muncul secara tiba-tiba, ditambah lagi ada yang 'menggosok', panaslah dia, dan langsung tampil. Kesudahannya 'tapurangah'. Hutang tumbuh, badan rangkik-rangkik, suara yang diharapkan 'terbang' entah kemana.

Telitilah dan arifilah para pemimpin sukses pilihan rakyat di berbagai daerah. Mayoritas mereka tampil biasa-biasa saja namun kepribadiannya disukai banyak orang. Tampil tidak meledak-meledak, 'budi elok baso katuju dek urang banyak'.

Isitimewanya, tokoh unggulan yang menang itu memang ada kelebihannya. Bukan karena uangnya, tapi kejernihan berfikirnya yang disukai orang banyak.

Silahkan saja di gelanggang kampanye resmi semua calon kepala daerah berapi-api meyakinkan rakyat. Namun, ingat info berantai yang lebih bersayap. Kejelekan tokoh hebat berpidato itu bisa saja disebar melalui 'ota lapau' yang siapa saja bebas berdebat. Ota lapau itulah yang nantinya berpotensi besar membuat calon yang berapi-api itu kesudahannya 'tiarap' sendiri.

Di lain sisi, mungkin ada juga tokoh banyak uang dan gagah perkasa yang berhasil dipilih rakyat. Akan tetapi, jika hal itu dilakukan karena 'mempermainkan' gelanggang pemilihan, seperti politik uang dan gerakan terselubung, maka akibatnya akan sama saja. Sebab, setelah berkuasa kemungkinan besar yang akan muncul adalah 'program bagalemak-peak'. Tiap sebentar mutasi, ibarat mengguncang anak ikan dalam limeh. Pegawai tidak tenang dan selalu berdebar-debar jantungnya. Belum lagi proyek pembangunan. Main 'daram' saja. Yang perlu 'KUD', kepengnyo untuk deen'. Begitu pusingnya bendahara membuat 'SPJ' setiap waktu.

Sehingga, tak heran banyak kepala daerah yang di-'KPK'-kan. Penyebabnya hanya itu saja: uang. Dari waktu ke waktu, ternyata tidak henti-hentinya mereka pakai 'rompi oranye'. Merekalah para tokoh yang hanya mengutamakan kesenangan sesaat. Lebih memprihartinkan, suami- istri terjerat rayuan gombal iblis dan setan durjana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline