MEREKA semuanya perempuan muda. Rata-rata berusia masih di bawah 30 tahun. Jumlah mereka sekitar 100 orang. Namun, mereka jauh dari ayah dan bundanya. Apa boleh buat, keadaan yang membuat mereka demikian.
Sungguh memprihatinkan nasib para perempuan belia tersebut. Mereka pun tentu tidak menyangka akan menjadi korban keserakahan lelaki. Namun, para pria yang mempermainkan mereka sama sekali tidak dijatuhi sanksi. Mereka bebas, seakan tidak terjadi apa-apa. Sebalikya, yang perempuan diproses aparat berwajib dan dikirim ke Panti Sosial Karya Wanita Andam Dewi, di Sukarami, Kabupaten Solok. Mereka terjaring aparat di tempat hiburan, objek wisata, kafe, dan hotel melati.
Rata-rata mereka diamankan saat razia. Berduaan dalam satu kamar tanpa surat nikah, bahkan tidak jarang, mereka diamankan dalam keadaan semi bugil, pakaian acak- acakan. Tentu, pergaulannya sudah melampaui batas. Ada lagi yang terjaring di kafe saat mendampingi lelaki kencannya dalam ruangan khusus sedang asyik berkaraoke dan ada yang mengikat janji di rumah kontrakan milik ‘tante germo genit’.
Meski semua wanita usil itu berhasil diamankan, namun si lelaki iseng yang membuat wanita tergoda rayuan, tetap saja ‘selamat’. Entah mengapa, yang tetap 'diasingkan' ke Panti Andam Dewi hanya perempuan. Begitulah, nasib perempuan lemah korban kebuasan lelaki. Merekalah yang menanggung resiko, ulah kegatalan lelaki yang merayunya. Demikianlah sejak dahulunya.
Sudah perlu dikaji lagi ketidakadilan sanksi ini. Sudah pantas rasanya, kedua belah pihak yang berbuat tidak senonoh, keduanya membayar hutang. Aparat pemerintah harus bertindak adil. Perempuan dan pria yang diamankan harus sama-sama 'membayar hutang'. Jangan si perempuan saja yang ditangkap atau diproses. Lelaki pun harus membayar 'uang kenikmatan' secara resmi.
Mereka, 100 orang perempuan penghuni panti Andam Dewi itu diamankan di berbagai lokasi, terbanyak di Kota Padang, Padangpariaman, Bukittinggi, Limapuluh Kota, Sijunjung, dan daerah lainnya.
Mereka yang terjerumus ke lembah hitam itu rata-rata penyebabnya minim pengawasan orangtua. Sehingga, mereka tergoda pergaulan bebas disertai rayuan uang menggiurkan dan minimnya pengetahuan agama. Sehingga, batas halal - haram tidak mereka pahami.
Seluruh perempuan muda korban para lelaki itu menjalani proses ‘penyadaran’ di Panti Andam Dewi maksimal selama enam bulan. Selama dalam proses penyadaran itu, mereka diberi beragam pelatihan keterampilan, pengetahuan agama serta keilmuan lainnya supaya jadi perempuan baik-baik.
Seluruh biaya yang timbul selama 'disukaramikan' ditanggung Pemerintahan Provinsi Sumatra Barat melalui dana APBD. Kepala Panti Sosial Karya Andam Dewi, Syahbana, mengaku cukup banyak suka dan duka membina perempuan-perempuan yang 'tersesat' tersebut. Adakalanya mereka stres baru masuk ke pembinaaan. Begitu juga gertakan dari ‘becking’-nya supaya membebaskan 'anak asuhnya' serta beragam problema lainnya. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H