Lihat ke Halaman Asli

Adi Bermasa

TERVERIFIKASI

mengamati dan mencermati

Kisah Gubernur Harun Zain dan Inflasi Sumbar

Diperbarui: 4 Maret 2017   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

GARA-gara beras Sumatra Barat tidak boleh dikirim ke Riau di masa pemeritnahan Gubernur Harun Zain Datuk Sinario, hebohlah pemerintahan provinsi tetangga tersebut yang kala itu Gubernurnya Kaharuddin Nasution.

Karena Pak Gubernur Harun yang memerintahkan, pengusaha pun patuh. Aparat pun melaksanakan perintah tersebut. Luar biasa peristiwanya ketika itu jika dikenang-kenang lagi. Apalagi, jalan Sumbar-Riau sangat jelek. Rata-rata seperti kubangan kerbau. Di setiap penyeberangan sungai pakai rakit.

Maklum saja, di masa lima tahun pemerintahan Pak Harun, keadaan masyarakat masih memprihatinkan. Rasa takut kena tembak masih menghantui mereka. Sebab, negeri ini baru 'terbebas' dari pergolakan PRRI (1958-1962).

Problema 'beras' dilarang diperdagangkan ke Riau pada masa itu tidak berlangsung lama. Namun kehebohannya sungguh luar biasa. Peristiwa itu terjadi ketika koordinasi pemerintahan antar dua propinsi bertetangga, Sumbar - Riau belum sehebat seperti sekarang.

Beragam ciloteh muncul, kenapa beras Sumbar dilarang masuk Riau. Ada yang menyebut karena jalan raya sangat jelek sementara truk-truk besar memuat barang dagangan, terutama beras melampaui tonase. Ada juga menyebut truk pengangkut beras itu dimintakan 'pungutan' terlalu berlebihan oleh oknum aparat. Bahkan, ada pula yang 'bertenggek' atas masuknya beras Sumbar itu. Mereka 'menembak di atas kuda' dan yang 'marasai' tentu warga setempat.

Untuk dimaklumi, selepas PRRI, luar biasa banyaknya warga Sumatra Barat yang meninggalkan negerinya. Riau adalah salah satu daerah yang jadi sasaran untuk menyambung kehidupan. Bahkan di lingkungan wartawan, ada yang berhasil menjalin keakraban dengan Gubernur Kaharudin Nasution, yaitu Chairul Harun.

Di saat gejolak perberasan antara Gubernur Sumbar dan Riau semakin memusingkan, di sinilah tampilnya Chairul Harun, ‘kesayangan’ Kaharudin Nasution yang mengadakan pendekatan dengan Gubernur Harun. Gubernur Harun juga punya wartawan yang dibanggakannya, H. Marthias Pandu.

Gubernur Harun juga sudah akrab juga dengan Chairul Harun, sama-sama 'Ajo Piaman'. Dan 'diplomasi beras' Chairul Harun juga melibatkan teman seprofesinya sesama waratwan, Marthias Pandu, yang pandai 'manggaleme' Pak Harun.

Berkat kelihaian Chairul Harun bersama Marthias Pandu meyakinkan Gubernur Harun, Beliau pun melunak dan berlanjut dengan program 'saling pengertian' antara Gubernur Kaharudin Nasution dengan Gubernur Harun Zain. Hasilnya, beras Sumbar kembali masuk ke Riau.

Begitu sepenggal kisah dan peran Chairul Harun yang diceritakannya pada penulis sewaktu sama-sama mengabdi di Harian Singgalang dulu. Baik wartawan Pandu maupun Chairul Harun, dua-duanya adalah dedengkot wartawan yang sama-sama disukai banyak orang serta punya prinsip jurnalistik luar biasa untuk kepentingan masyarakat banyak.

Kini, seperti diberitakan KORAN PADANG terbitan Rabu (1/3), seakan kisah lama Gubernur Harun Zain seakan muncul lagi. Berita itu berjudul 'Gubernur Minta Alur Bahan Pangan ke Provinsi Tetangga Dibatasi'. Disebutkan, pembatasan alur bahan pangan ke propinsi tetangga itu sebagai upaya menjaga stabilitas inflasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline