Tiga kabupaten di Sumatra Barat masih berkutat dengan kemiskinan penduduknya, yaitu Pasaman Barat, Solok Selatan, dan Mentawai. Meski warga di tiga daerah tersebut masih bergulat dengan kemiskinan, namun pemerintahnya terus berusaha mencari terobosan agar keluar dari beragam kemiskinan yang mendera itu.
Dari tiga ‘kabupaten miskin’ itu, ternyata Pasaman Barat dengan Bupati-nya, H. Syahiran, yang merupakan seorang pamong senior di Sumbar, tampaknya sudah punya resep jitu untuk membawa Pasbar keluar dari ketertinggalan sekaligus mengenatskan kemiskinan yang diderita warganya selama sudah berpuluh-puluh tahun.
Untuk periode lima tahun kepemimpinannya, Syahiran sudah punya resep unggulan melawan kemiskinan itu berupa 'Program Empat Seribu'.
Program empat seribu tersebut adalah, pertama, membangun 1.000 rumah untuk warga miskin. Kedua, mengalirkan listrik untuk 1.000 rumah. Ketiga, membangun seribu WC untuk warga miskin, dan keempat, sambungan air bersih untuk 1.000 KK warga dhuafa.
Bupati Syahiran, sebelumnya sudah menjabat sebagai Bupati pada periode 2005-2010 di Pasaman. Namun, dia tidak berhasil melanjutkan periode keduanya, 2010-2015 karena dikalahkan pesaingnya, Baharuddin. Barulah pada periode 2016-2021, Syahiran kembali berjaya merebut hati warga Pasaman Barat dan melanjutkan programnya yang belum sempat terkerjakan pada periode sebelumnya.
Dengan program unggulan 'empat seribu' inilah 'kabinet Syahiran' bersama DPRD-nya bekerja keras untuk ‘menggiring’ kemiskinan keluar dari daerahnya.
Sebenarnya sangat ironis, Pasaman Barat yang juga terkenal dengan kawasan 'petro dollar' karena di daerah itu terdapat ribuan hektar perkebunan sawit yang kebanyakan dikelola asing, namun sangat disayangkan banyak di antara penduduknya yang tidak berkenan 'berkebun dolar' itu. Bahkan, petani plasma warga setempat punya kecenderungan 'melego' kebunnya pada pihak lain agar cepat dapat uang.
‘Kemiskinan’ pemikiran sejumlah warga setempat itu juga termasuk program pemerintahan Syahiran. Dia memotivasi warganya untuk berhenti menjual kebun sawit tersebut. Sangat disayangkan, 'ayam bertelur di atas padi mati kelaparan'. Ini yang tidak lagi dikehendaki kabinet pemerintahan Bupati Syahiran.
Kalau dilihat sepintas di kiri-kanan jalan negara dan provinsi di Pasaman Barat, terlihat beragam bangunan rakyatnya yang sangat membanggakan. Namun makin ke dalam, kondisinya semakin memprihatinkan. Bahkan rumah berlantai tanah, berdinding tadir, dan beratapkan rumbia masih banyak dijumpai.
Beragam problema kemiskinan yang mendera warganya itulah yang sedang diterobos Bupati Syahiran bersama jajarannya.
Kalau semua bergerak melawan kemiskinan itu, kita percaya Pasaman Barat bisa sejajar dengan daerah yang sudah meninggalkan kemiskinan tersebut. Untuk itu, melalui kerja terukur dengan evaluasi terjadwal akan diketahui siapa saja di antara tim kerja Bupati Syahiran yang 'pemalas'. Wajar jika mereka kemudian diberi sanksi sesuai dengan aturan kepamongan.