Lihat ke Halaman Asli

Adib Abadi

TERVERIFIKASI

Eklektik

LPDP dan Siapa Sebenarnya yang Diuntungkan

Diperbarui: 7 November 2024   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro (KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)

Siapa yang tidak kenal LPDP? Beasiswa bergengsi yang menjadi impian banyak anak muda Indonesia. Namun, di balik gemerlapnya, muncul pertanyaan besar: apakah LPDP benar-benar menjadi jembatan emas bagi mereka yang membutuhkan, atau justru menjadi pelengkap koleksi piala bagi yang sudah berkecukupan?

Setiap tahun, ribuan mimpi tertuju pada LPDP. Mereka berlomba-lomba membuktikan diri, berharap bisa menggapai cita-cita melalui program ini. Namun, di tengah persaingan sengit, muncul suara-suara yang mempertanyakan keadilan dalam seleksi.

Apakah mereka yang memiliki akses informasi lebih luas, koneksi yang kuat, atau latar belakang ekonomi yang lebih baik memiliki keunggulan yang tidak adil?

Perdebatan semakin memanas ketika Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyatakan bahwa alumni LPDP tidak harus kembali ke Indonesia (Kompas, 3/11/2024).

Pernyataan ini bagai bensin yang menyulut api. Banyak yang bertanya-tanya, untuk apa negara menggelontorkan dana besar jika para penerima beasiswa tidak berkewajiban mengabdi di tanah air?

Lantas, siapakah yang sebenarnya diuntungkan dari LPDP? Apakah program ini sudah benar-benar menjadi katalisator perubahan bagi Indonesia, atau hanya sekadar meningkatkan prestise individu? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab dengan transparan dan akuntabel.

Kompetisi yang Jadi Privilege

Sekilas, LPDP tampak sebagai program yang transparan dan adil, dengan standar penerimaan yang tinggi dan fokus pada prestasi akademik serta potensi kontribusi kepada negara.

Namun, ada satu realita yang jarang dibahas: banyak pelamar berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas yang memiliki akses lebih baik pada pendidikan berkualitas.

Orang-orang dari keluarga mampu sering kali memiliki pengalaman luar negeri sejak dini, akses les tambahan, serta bimbingan yang memungkinkan mereka memiliki CV yang unggul.

Sementara itu, anak-anak dari pelosok daerah yang benar-benar membutuhkan dukungan harus bersaing dengan sumber daya yang terbatas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline