Tempat kerja seharusnya menjadi ruang yang aman, di mana profesionalisme, integritas, dan kolaborasi dapat tumbuh subur.
Sayangnya, di balik dinding kantor yang terlihat rapi dan terorganisir, seringkali tersimpan dinamika yang tidak sehat---salah satunya adalah perundungan di tempat kerja.
Ini bukanlah masalah sepele. Perundungan, atau workplace bullying, telah menciptakan kondisi kerja yang penuh tekanan, menguras energi, dan merusak kesejahteraan mental karyawan.
Namun, tidak semua konflik di tempat kerja dapat diselesaikan melalui pendekatan standar. Menghadapi seorang perundung bukanlah hal yang mudah, apalagi ketika mereka memiliki kekuatan dan pengaruh di dalam organisasi.
Untuk berpikir bahwa kita bisa "berbicara baik-baik" dengan seorang perundung adalah sesuatu yang naif. Perundung tidak bertindak berdasarkan logika yang sama dengan mereka yang menghargai kolaborasi dan komunikasi terbuka.
Mereka sering memanfaatkan ketakutan, memanipulasi situasi, dan menggunakan kuasa untuk mempertahankan dominasi.
Ketika Perundungan Menjadi Pola yang Terstruktur
Definisi dari Workplace Bullying Institute (WBI) mempertegas bahwa perundungan di tempat kerja merupakan tindakan berulang yang merugikan kesehatan, mencakup pelecehan verbal atau tindakan yang mengancam, mempermalukan, mengintimidasi, atau sabotase yang mengganggu pekerjaan.
Keempat ciri utama perundungan adalah deliberasi, pengulangan, ketidakadilan, dan keuntungan sepihak bagi perundung.
Pada intinya, perundung kerap kali memiliki pola yang terencana dalam perilakunya. Tindakan tersebut tidak terjadi secara sporadis, melainkan merupakan serangkaian peristiwa yang dirancang untuk mendiskreditkan korban, baik secara mental, profesional, maupun sosial.
Jika tidak segera dihentikan, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh korban secara individu, tetapi juga merembet ke seluruh organisasi, mengikis produktivitas dan merusak budaya kerja.