Lihat ke Halaman Asli

Adib Abadi

Eklektik.

Refleksi Hari Kesehatan Mental Sedunia: Mengisi Kesenjangan Dukungan Berkelanjutan

Diperbarui: 8 Oktober 2024   11:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI | sumber gambar: bssnews.net

"Saat kesadaran tentang kesehatan mental semakin meningkat, kita sering lupa satu hal penting: dukungan jangka panjang bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya."

Setiap Hari Kesehatan Mental Sedunia, kita diingatkan tentang pentingnya menjaga kesehatan mental dan bagaimana semakin banyak orang yang berani terbuka tentang masalah ini.

Namun, ada aspek penting yang sering terabaikan: dukungan berkelanjutan bagi mereka yang telah terdiagnosis atau sedang dalam fase pemulihan jangka panjang.

Sementara lebih banyak orang berbicara tentang kesehatan mental, mereka yang hidup dengan gangguan mental kronis sering merasa terabaikan setelah bantuan awal diberikan.

Meningkatnya Kesadaran, Berkurangnya Dukungan

Memang benar bahwa kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental sudah jauh lebih baik.

Banyak tokoh masyarakat, selebriti, dan atlet berbicara secara terbuka tentang perjuangan mereka, yang membantu masyarakat merasa lebih aman untuk melakukan hal yang sama. Sayangnya, diskusi ini sering kali berhenti di masalah tanpa memberikan solusi nyata, terutama dalam hal dukungan jangka panjang.

Di banyak negara, layanan kesehatan mental masih fokus pada penanganan krisis atau bantuan jangka pendek. Bagi mereka yang hidup dengan depresi berat, gangguan bipolar, atau PTSD, sering kali dukungan terasa hilang ketika gejala akut mulai mereda. Padahal, mereka masih membutuhkan pemantauan, dukungan emosional, dan akses ke komunitas yang mendukung.

Stigma dan Keterbatasan Sistem Kesehatan

Stigma masih menjadi masalah besar dalam kesehatan mental.

Mereka yang hidup dengan kondisi kronis sering dianggap lemah atau terlalu bergantung pada bantuan, padahal dukungan yang berkelanjutan sangat penting bagi stabilitas mereka. Akibatnya, banyak orang yang enggan mencari bantuan lebih lanjut karena takut dihakimi atau merasa malu.

Selain itu, sistem kesehatan mental di banyak tempat masih kekurangan dana dan sumber daya. Banyak layanan terbatas hanya di kota besar, sementara daerah terpencil masih sulit mendapatkan akses. Di Indonesia, contohnya, layanan kesehatan mental sering hanya tersedia di kota-kota besar, membuat masyarakat di desa atau daerah terpencil kesulitan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

Solusi Praktis untuk Dukungan Berkelanjutan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline