Pilkada 2024 telah menjadi panggung besar bagi para calon kepala daerah untuk menawarkan visi dan misi mereka kepada jutaan pemilih, termasuk Generasi Z yang semakin mendominasi demografi pemilih Indonesia. Namun, di balik gemerlapnya debat-debat yang disiarkan di media, ada pertanyaan yang harus kita ajukan: Sejauh mana janji-janji politik ini bisa diwujudkan?
Janji yang Berulang, Tantangan yang Sama
Jika kita perhatikan debat-debat politik, baik di tingkat nasional maupun daerah, sering kali kita mendengar janji yang terdengar indah dan menarik perhatian. Dalam konteks Pilkada 2024, janji-janji tersebut sering kali berkisar pada:
Penciptaan lapangan kerja baru
Peningkatan kualitas pendidikan
Perbaikan infrastruktur
Digitalisasi layanan pemerintah
Namun, sebagai warga negara yang telah melalui berbagai siklus politik, kita patut bertanya: Apa yang benar-benar baru dari janji-janji ini?
Seberapa relevan mereka dengan tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini, khususnya generasi muda yang sering kali disebut sebagai penentu masa depan?
Tantangan Penerapan Janji di Lapangan
Ada dua tantangan besar yang sering kali menghalangi implementasi janji-janji politik tersebut:
1. Keterbatasan Anggaran dan Kapasitas Daerah
Tidak semua daerah memiliki anggaran yang memadai untuk mewujudkan janji-janji besar, seperti pembangunan infrastruktur digital atau penciptaan lapangan kerja skala besar. Selain itu, birokrasi yang masih lambat dan terjebak dalam aturan-aturan yang kaku sering kali membuat janji-janji tersebut sekadar retorika.
2. Relevansi Janji dengan Kebutuhan Lokal
Sering kali, janji politik yang diucapkan dalam debat bersifat 'one-size-fits-all', padahal setiap daerah memiliki masalah yang berbeda.
Sebagai contoh, digitalisasi mungkin menjadi isu penting di kota besar, tetapi di daerah pedesaan, akses terhadap air bersih dan peningkatan infrastruktur dasar bisa menjadi masalah yang lebih mendesak.
Selain itu, janji menciptakan lapangan kerja tidak selalu sejalan dengan kondisi nyata lapangan.
Calon kepala daerah sering berbicara tentang industri digital atau ekonomi kreatif, namun daerah-daerah yang basis ekonominya masih agraris membutuhkan solusi yang lebih relevan seperti modernisasi pertanian atau investasi infrastruktur.