Lihat ke Halaman Asli

Adib Abadi

Eklektik.

Dari Junk Food ke Real Food, Pergeseran Tren Bekal Sekolah yang Perlu Kita Dukung

Diperbarui: 3 Oktober 2024   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI real food | Sumber gambar: dradarshsomashekar.co.in

Tiap kali istirahat tiba dan kotak bekal dibuka, kita perlu bertanya: Apa yang terbaik untuk anak-anak kita?

Ketika kita berbicara tentang bekal sekolah anak, topiknya tampak sederhana: nasi, lauk, dan camilan. Namun, di balik kotak bekal itu, ada fenomena yang jauh lebih kompleks dan penting dari sekadar makanan. Apa yang kita berikan kepada anak-anak kita setiap hari menjadi cerminan dari nilai-nilai yang kita yakini dan, lebih dari itu, menentukan kesehatan mereka di masa depan.

Di tengah menjamurnya makanan cepat saji dan olahan, tren 'real food' atau makanan alami telah muncul sebagai sebuah perlawanan. Real food, pada dasarnya, adalah makanan yang minim diproses, mendekati bentuk aslinya, dan kaya nutrisi. Dalam konteks ini, artikel ini akan mengeksplorasi pentingnya normalisasi bekal sekolah dengan real food, serta bagaimana hal ini bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak yang harus kita perjuangkan bersama.

Mengapa Real Food Penting?

Sering kali kita mendengar tentang pentingnya gizi seimbang bagi pertumbuhan anak-anak.

Namun, seberapa sering kita benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan "gizi seimbang" itu? Banyak di antara kita yang terjebak dalam pola pikir bahwa selama ada karbohidrat, protein, dan sayuran di kotak bekal, semua akan baik-baik saja. Namun, apakah sumber makanan yang kita pilih benar-benar memberikan nutrisi terbaik?

Real food menawarkan banyak keunggulan yang tidak dimiliki oleh makanan olahan. Sayur dan buah segar, misalnya, mengandung serat, vitamin, dan antioksidan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh anak yang sedang tumbuh. Sementara itu, daging tanpa pengawet atau bahan kimia tambahan memberikan protein berkualitas tanpa risiko zat tambahan yang berbahaya. Berbeda dengan makanan olahan yang kaya akan gula, garam, dan lemak jenuh, real food membantu membangun fondasi kesehatan yang lebih kuat dan mengurangi risiko penyakit kronis di masa depan .

Sebaliknya, makanan olahan yang sering kali dipilih untuk bekal anak---seperti nugget beku, sosis, atau kue-kue manis dalam kemasan---justru memberi beban pada sistem pencernaan dan kesehatan anak secara keseluruhan. Gula berlebih, misalnya, telah terbukti terkait dengan meningkatnya prevalensi obesitas dan diabetes tipe 2 pada anak-anak . Ini menjadi salah satu alasan mengapa kita harus kritis terhadap pilihan bekal yang kita buat.

Peran Sekolah dalam Menormalisasi Bekal dengan Real Food

Sekolah, sebagai lingkungan kedua bagi anak, memegang peran penting dalam normalisasi kebiasaan makan sehat.

Melalui kebijakan yang mendukung penyediaan makanan sehat dan edukasi gizi, sekolah dapat menjadi agen perubahan. Namun, tantangan terbesar dalam hal ini adalah bahwa normalisasi makan dengan real food membutuhkan dukungan dari semua pihak---guru, orang tua, dan komunitas sekolah.

Beberapa sekolah di negara-negara maju telah menerapkan kebijakan yang mengharuskan orang tua mengemas makanan sehat untuk anak-anak mereka. Di Finlandia, misalnya, kebijakan makan siang di sekolah sangat ketat dan menekankan pada penyediaan makanan sehat yang terdiri dari sayuran, ikan, dan biji-bijian utuh. Hasilnya, angka obesitas di kalangan anak-anak sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang mengandalkan makanan olahan atau junk food di kantin sekolah .

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline